• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
🕊️ “Damai Itu Mengalir”: Jiwa Ibu, Janin, dan Ritual Kehidupan

🕊️ “Damai Itu Mengalir”: Jiwa Ibu, Janin, dan Ritual Kehidupan

image_pdfimage_print

Oleh: dr. Maximus Mujur, Sp.OG

🗣️ “Saya tidak tahu harus bagaimana, tapi saya merasa damai itu datang… lalu hilang… lalu datang lagi. Kadang saya tahu penyebabnya, kadang tidak.”

Ungkapan ini datang dari seorang ibu dalam masa kehamilannya yang ke dua. Bukan soal keluhan medis yang ia sampaikan, melainkan sesuatu yang lebih halus: perasaan. Seolah tubuhnya bukan hanya tempat tumbuhnya kehidupan baru, tetapi juga menjadi medan aliran jiwa, tempat pertemuan antara kesunyian dan makna.

Apakah damai bisa diukur dengan tensi darah atau denyut jantung? Atau… mungkinkah ia adalah buah dari ritual hidup yang menyentuh hingga ke relung terdalam jiwa?


🛐 Ritual: Dua Pintu Masuk Menuju Kedamaian

Damai bukanlah hadiah yang jatuh dari langit. Ia adalah hasil dari ritme yang dijaga, dari kehadiran yang disadari. Dalam hidup seorang ibu, kedamaian bisa hadir melalui dua bentuk ritual:

  1. Ritual agama – seperti doa harian, misa, dzikir, atau tilawah.
  2. Ritual harian – aktivitas kecil yang dilakukan dengan penuh kesadaran: menyeduh teh hangat, menyapu rumah sambil berdendang, atau meletakkan tangan di perut sambil berbisik: “Nak, bagaimana harimu?”

🌿 Ritual agama menghubungkan kita dengan Yang Transenden. Tapi ritual harian—itulah yang menghubungkan jiwa ibu dengan janinnya.


🧘 Pikiran yang Gelisah, Janin yang Ikut Resah

Ketika pikiran ibu dipenuhi kekhawatiran, janin pun ikut tenggelam dalam gelombang itu. Dalam dunia batin, rasa takut bukan sekadar emosi. Ia adalah sinyal gelap yang bisa menutup kanal komunikasi jiwa.

🔁 Sebaliknya, ketika ibu mulai berpikir positif—tentang dirinya, tentang suaminya, tentang dunia—maka frekuensi damai mulai mengalir kembali.

🎧 Seorang ibu yang mendengar musik yang ia cintai, sedang memperdengarkan harmoni kepada janinnya.
💌 Seorang ibu yang menulis surat keluhan kepada Tuhan, lalu membakarnya dalam doa, sedang menukar kegelapan batin dengan terang ilahi.


🌊 Menjadi Dam: Menampung, Menyaring, dan Mengalirkan

Damai tidak datang dengan sendirinya. Ia harus disiapkan tempatnya.

🔹 Dalam ceramah spiritual, dam (bendungan) diibaratkan sebagai kepala dan hati manusia. Jiwa manusia adalah sungai yang terus mengalir, membawa air jernih sekaligus lumpur kehidupan. Maka kepala—tempat refleksi dan pertimbangan—harus menjadi dam yang kokoh: menyaring yang kotor, menyimpan yang jernih, dan mengalirkannya ke tempat yang tepat.

🌾 Jangan biarkan emosi kita—marah, takut, kecewa—menghanyutkan benih cinta yang sedang tumbuh dalam rahim. Aturlah aliran batin itu dengan sadar. Karena jika dam itu jebol, bukan hanya sawah kita yang rusak, tapi juga sawah anak-anak kita.


♻️ Tuhan Menerima Sampah Jiwa

🕯️ Dalam satu bagian refleksi, dikatakan:

“Siapkan alat angkut untuk membawa sampah jiwamu ke surga. Di rumah Bapa ada banyak tempat, termasuk tempat untuk sampah. Di sana, sampah itu akan didaur ulang menjadi pupuk kehidupan.”

Sebuah metafora indah untuk menyadarkan bahwa tidak semua rasa negatif harus ditekan. Ia bisa diserahkan. Ia bisa diolah. Ia bisa menjadi energi baru—kalau kita tahu caranya berdialog dengan Yang Ilahi.


🧑‍🍼 Janin Tidak Butuh Ibu yang Sempurna, Tapi yang Hadir

Janin tidak menuntut kita untuk menjadi kuat sepanjang waktu. Tapi ia menyimak setiap usaha kecil ibu untuk kembali pada ketenangan.

🌙 Ketika ibu berbicara lembut, berdoa, menyanyi, atau hanya memeluk perutnya dengan kehadiran penuh, saat itulah ia sedang memberi pendidikan pertama: pendidikan jiwa.


📍 Penutup: Damai Adalah Pilihan Harian

Kehamilan bukan hanya perubahan hormon dan fisik. Ia adalah perjalanan spiritual, tempat jiwa ibu belajar menjadi rumah bagi jiwa yang baru.

Maka hari ini, ketika Anda merasa damai itu menjauh, tanyakan:

🔍 Apakah saya masih menjaga ritual harian saya?
🤲 Apakah saya sudah cukup memberi ruang bagi suara hati saya?
💬 Sudahkah saya berbicara dengan janin saya hari ini, walau hanya dalam diam?

Karena kedamaian bukan soal seberapa banyak yang Anda miliki. Tapi seberapa dalam Anda hadir dalam hidup Anda—dan dalam kehidupan yang sedang Anda bawa dalam rahim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *