
Dengarkan Janinmu: Karena Ia Sedang Belajar Mendengarkan Dirinya Sendiri
Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Di balik perut yang membesar, di antara detak jantung yang berlipat dua, tersembunyi sesuatu yang jauh lebih halus dan mendalam: sebuah percakapan diam-diam antara ibu dan janin. Ini bukan percakapan dengan kata-kata. Bukan pula isyarat fisik seperti tendangan atau gerakan kecil. Percakapan ini terjadi dalam bentuk rasa, getaran batin, bahkan keheningan.
Banyak ibu hamil pernah merasakannya—sebuah dorongan dari dalam tubuh untuk menolak makanan tertentu, tiba-tiba merasa tidak nyaman berada di tempat tertentu, atau merasa damai tanpa sebab ketika menyentuh perutnya. Jika Anda seorang ibu, besar kemungkinan Anda pernah mengalami ini. Pertanyaannya: pernahkah Anda percaya bahwa semua itu adalah cara janin menyampaikan sesuatu kepada Anda?
Janin Juga Ingin Didengar
Janin bukan benda pasif. Ia bukan lembaran kosong yang siap diisi. Justru sebaliknya—ia sudah hadir dengan “peta batin” yang unik. Ia tahu apa yang dibutuhkan untuk tumbuh menjadi dirinya yang utuh. Tapi karena ia belum bisa berbicara, maka ia menggunakan jalan lain: melalui tubuh ibunya, melalui intuisi, dan melalui emosi-emosi halus yang sulit dijelaskan dengan logika.
Ketika seorang ibu mau mendengarkan dorongan-dorongan batin itu, ia sedang memberikan ruang kepada janinnya untuk menyatakan keberadaan. Dalam diam itu, si kecil belajar bahwa dirinya penting, bahwa ia punya suara, dan bahwa ia didengarkan.
Ini Bukan Soal Mistik—Ini Soal Kepekaan
Di zaman yang serba rasional ini, sering kali kita terlatih untuk mengabaikan perasaan. Kita lebih percaya data daripada intuisi. Lebih percaya saran dari luar daripada bisikan dari dalam. Padahal, dalam kehamilan, intuisi adalah kunci.
Bahkan keputusan-keputusan penting seperti makan apa, istirahat kapan, atau sekadar merasa tenang—semuanya sangat dipengaruhi oleh intuisi. Dan inilah saat di mana seorang ibu mulai terhubung dengan sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya: jiwa yang sedang tumbuh di dalam dirinya.
Anak yang Didengarkan, Akan Tahu Cara Mendengarkan Dirinya Sendiri
Bayi yang sejak dalam kandungan terbiasa didengarkan bukan hanya akan lahir sehat. Ia juga akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya pada dirinya sendiri. Ia belajar sejak awal bahwa kebutuhannya valid, perasaannya sah, dan suaranya penting. Dan kelak, saat ia dewasa dan berada di tengah dunia yang bising, ia tidak akan mudah terseret. Karena ia telah memiliki suara dari dalam yang sudah terbiasa ia dengarkan.
Inilah pendidikan jiwa yang paling murni. Dan yang mengejutkan, itu tidak dimulai dari sekolah, dari buku, atau dari nasihat motivator. Pendidikan itu dimulai dari dalam rahim—dari saat ibu mau duduk tenang dan mendengarkan dengan penuh cinta.
Apa yang Bisa Ibu Lakukan?
Tak perlu rumit. Tak perlu alat-alat canggih. Yang dibutuhkan hanya keheningan dan keberanian untuk percaya pada rasa. Cobalah:
- Duduk tenang, letakkan tangan di perut, dan tanyakan dengan lembut: Apa kabar kamu hari ini?
- Perhatikan perasaan yang muncul. Mungkin ada gelisah, mungkin ada damai, atau hanya rasa hangat. Terimalah itu sebagai jawaban.
- Jika merasa ada dorongan untuk menghindari sesuatu—makanan, tempat, bahkan orang tertentu—percayailah intuisi itu. Mungkin itu cara janin memberi tahu: “Aku tidak nyaman.”
- Luangkan waktu setiap hari untuk sekadar hadir bersama janin. Tanpa gangguan, tanpa layar, tanpa target.
Mengasuh Dimulai dari Mendengarkan
Menjadi ibu bukan tentang memberi sebanyak mungkin. Tapi tentang mengenali apa yang benar-benar dibutuhkan anak—dan itu hanya bisa diketahui jika kita mau mendengarkan. Dan mendengarkan itu dimulai bukan saat anak bisa bicara, tapi sejak ia masih diam dan berenang dalam ketuban.
Karena janin yang merasa didengarkan, akan tumbuh menjadi manusia yang tahu bagaimana cara mendengarkan dirinya sendiri.