• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Lebih Baik Rakus dengan Kasih daripada Rakus dengan Nasi

Lebih Baik Rakus dengan Kasih daripada Rakus dengan Nasi

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Ada kalimat sederhana yang menyimpan makna dalam: “Lebih baik rakus dengan kasih daripada rakus dengan nasi.”
Sekilas terdengar seperti permainan kata, tetapi sebenarnya ia adalah kunci kehidupan yang seimbang.

Rakus dengan nasi hanya mengisi perut. Rakus dengan kasih mengisi hati—dan hati yang penuh kasih akan mengalirkan kelimpahannya pada orang lain. Perut yang kenyang belum tentu membuat seseorang bijak, tetapi hati yang kenyang kasih akan membimbing langkah, membentuk karakter, dan menguatkan hubungan.

Kasih: Kekayaan yang Tak Terukur

Kekayaan dunia memberi kenyamanan jasmani: rumah yang kokoh, pakaian indah, makanan lezat. Semua itu patut disyukuri, namun tanpa kekayaan batin yang bersumber dari kasih, materi justru dapat berubah menjadi jebakan ketamakan. Kasih adalah energi murni dari Tuhan yang sanggup menembus batas ego, melunakkan hati yang keras, dan mengubah keterpisahan menjadi persaudaraan.

Setiap orang tua dipanggil bukan sekadar untuk memberi makan dan pakaian, tetapi untuk menjadi pengasuh jiwa. Anak adalah titipan Tuhan, dan profesi utama orang tua adalah profesi kasih—menumbuhkan karakter jiwa yang kuat, sabar, ikhlas, dan penuh syukur.

Pelajaran dari Kehamilan: Nutrisi Jiwa Lebih Dalam dari Nutrisi Perut

Dalam kehamilan, perhatian biasanya terfokus pada kecukupan gizi. Memang benar, nutrisi fisik sangat penting bagi pertumbuhan janin. Tetapi ada kebutuhan lain yang tak kalah besar: nutrisi jiwa. Janin merasakan gelombang hati ibunya—ia menyerap damai, syukur, bahkan cemas atau marah yang tidak terucap.

Seorang ibu yang makan cukup tetapi hatinya penuh kegelisahan akan menyalurkan getaran negatif kepada anaknya. Sebaliknya, ibu yang rakus akan kasih—penuh doa, syukur, dan kelembutan—menyalurkan energi positif yang membentuk fondasi jiwa anak bahkan sebelum ia lahir.

Tantangan sebagai Pupuk Kasih

Kasih bukan berarti hidup tanpa cobaan. Seperti filosofi yin dan yang, apa yang kita sebut negatif—marah, kecewa, khawatir—tidak hadir untuk menjatuhkan, tetapi untuk menjadi cermin dan pupuk bagi nilai positif. Ujian hidup memberi kesempatan bagi sabar tumbuh, bagi ikhlas menguat, dan bagi syukur menjadi lebih dalam.

Orang yang rakus dengan kasih tidak menghindari masalah, tetapi menjadikannya jalan untuk mendekat pada Tuhan, mengasah hati, dan memperbaiki diri.

Mengubah Ketamakan

Mari kita ubah ketamakan lama menjadi ketamakan baru:

  • Rakus dalam memberi perhatian.
  • Rakus dalam memaafkan.
  • Rakus dalam memahami.
  • Rakus dalam menebar kebaikan.

Sebab di akhir kehidupan, yang akan dikenang bukanlah berapa banyak nasi yang kita makan atau harta yang kita simpan, melainkan berapa banyak kasih yang telah kita taburkan.

Maka benar adanya: lebih baik rakus dengan kasih daripada rakus dengan nasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *