
Merawat Jiwa: Profesi Kasih yang Tidak Bisa Diwariskan
Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Di balik setiap detak jantung seorang ibu, di setiap senyum dan tatapan penuh kasih, tersembunyi sebuah profesi yang tidak pernah tercantum di ijazah atau papan nama: profesi kasih. Profesi ini bukan sekadar tugas, melainkan panggilan hidup yang diberikan langsung oleh Tuhan ketika mempertemukan dua jiwa menjadi satu dalam rumah tangga, lalu menitipkan kehidupan baru di dalamnya.
Jiwa: Titipan Tuhan yang Perlu Dirawat
Jiwa adalah anugerah murni yang diberikan Tuhan sejak awal kehidupan. Ia dibekali dengan kualitas luhur—kasih sayang, kesabaran, keikhlasan, kerelaan berkorban, pengampunan, rasa hormat, dan rasa syukur. Namun, sejak dalam kandungan, jiwa juga berhadapan dengan berbagai “racun” emosional seperti amarah, kecemasan, rasa dendam, dan keluh kesah.
Sayangnya, banyak orang tua terlalu fokus pada kecerdasan rasional anak, sementara kecerdasan hati dibiarkan tumbuh tanpa perhatian. Padahal, “sekolah jiwa” sesungguhnya ada di rumah, dengan orang tua sebagai guru utamanya.
Negatif Bukan untuk Dimusuhi
Dalam pandangan ini, emosi negatif bukanlah musuh yang harus dihapus, melainkan cermin untuk memperjelas nilai positif. Seperti filosofi timur tentang Yin dan Yang, warna gelap membuat cahaya terlihat lebih terang. Begitu pula, tantangan, konflik, atau bahkan rasa sakit hati dapat menjadi “pupuk” yang menyuburkan pertumbuhan cinta, kesabaran, dan pengampunan.
Masalahnya bukan pada hadirnya hal negatif, tetapi pada bagaimana kita meresponsnya—apakah terjerumus ke dalamnya, atau justru bangkit menuju Tuhan.
Peran Orang Tua: Menghubungkan Surga dan Rumah
Profesi orang tua adalah profesi kasih. Tugas ini tidak bisa didelegasikan kepada sekolah atau guru. Anak adalah titipan Tuhan, dan setiap anak membawa rezekinya sendiri. Ketika orang tua menutup pintu kasih dari Tuhan—dengan kemarahan, keluhan, atau ketidaksyukuran—rumah tangga akan kehilangan sumber energi cintanya.
Sebaliknya, ketika doa, senyum, dan kesyukuran memenuhi rumah, kasih dari atas mengalir tanpa batas. Tuhan sendiri yang akan menjaga anak-anak dari “gangguan” energi negatif, sekaligus mencukupi kebutuhannya, bahkan melalui jalan yang tak terduga.
Jatuh Bangun: Bagian dari Pertumbuhan
Tidak ada perjalanan hidup yang bebas dari jatuh bangun—bahkan Yesus pun mengalaminya. Namun, setiap kejatuhan adalah undangan untuk lebih dekat kepada Tuhan. Dukacita bukan untuk ditinggali, melainkan untuk menguatkan sukacita yang akan mekar kembali.
Gunakan hati untuk memelihara sukacita, dan otak untuk mengelola tantangan. Ingatlah: dukacita masuk melalui pikiran, sedangkan sukacita mengalir dari hati.
Merawat Jiwa Lebih Penting dari Merawat Raga
Kecantikan fisik bisa dihias dengan riasan, tetapi kecantikan jiwa dibentuk oleh kesabaran, kerelaan berkorban, dan ketulusan. Jiwa yang terawat akan memancarkan keindahan yang abadi—keindahan yang menenangkan anak, pasangan, bahkan orang-orang di sekitar.
Kesimpulan
Merawat jiwa adalah inti dari profesi kasih. Dalam rumah tangga, tugas utama orang tua bukan hanya membesarkan tubuh anak, tetapi juga menumbuhkan jiwanya—agar kelak ia tumbuh dengan hati yang penuh cinta, mampu menghadapi tantangan dengan dewasa, dan tetap terhubung dengan sumber kasih yang sejati: Tuhan.
Kasih adalah modal utama, dan kabar baiknya—modal ini tidak pernah habis selama kita mau terus terhubung dengan-Nya.