• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Hidup Sehat sebagai Maximum Bonum: Menyelami Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin

Hidup Sehat sebagai Maximum Bonum: Menyelami Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Hidup manusia selalu berjalan di antara dua kepastian: hidup yang hanya sekali dan kematian yang pasti. Namun, di antara dua ujung ini, manusia diberi ruang untuk memilih cara menjalani hidup. Pilihan inilah yang menentukan: apakah hidup berakhir dalam penderitaan atau dihayati dalam kedalaman kenikmatan.

Kenikmatan sejati bukanlah manipulasi rasa yang semu, melainkan keselarasan dengan kebutuhan tubuh dan jiwa. Orang yang benar-benar sehat bukan hanya mereka yang tidak sakit, melainkan yang peka membaca bahasa tubuhnya: tahu kapan harus istirahat, apa yang layak dikonsumsi, serta mana yang mesti dihindari. Kesederhanaan dalam memilih makanan, ketulusan dalam mendengar tubuh, dan kejujuran dalam merawat diri justru mengantar manusia pada maximum bonum – kebaikan yang penuh dan berkelimpahan.

Dua Jiwa dalam Satu Tubuh

Kesadaran akan maximum bonum menemukan cerminan terdalamnya pada kehamilan. Dalam tubuh ibu, hidup berdenyut ganda: dua jiwa berdiam dalam satu ruang. Janin tidak sekadar menumpang, tetapi aktif berkomunikasi. Gerakan lembut, rasa mual, perubahan selera makan, hingga firasat yang muncul tiba-tiba – semua itu adalah “bahasa jiwa” janin yang mencari perhatian dan kasih dari ibunya.

Dalam perspektif ini, ibu bukan hanya penjaga biologis, melainkan juga penerjemah pesan batin. Pancaindera menangkap sinyal-sinyal halus, intuisi menafsirkan maksudnya, dan perasaan menjadi resonansi yang menguatkan ikatan. Setiap respons ibu—senyum, elusan, doa, atau bahkan keputusan sederhana untuk beristirahat—adalah wujud nyata komunikasi timbal balik yang menumbuhkan rasa aman bagi janin.

Kenikmatan yang Dimaknai Benar

Refleksi ini menegaskan: penderitaan sering lahir dari cara keliru memaknai kenikmatan. Sama seperti makanan yang dibanjiri bumbu dan penyedap hanya menipu lidah namun melemahkan tubuh, begitu pula gaya hidup yang mengejar kesenangan semu akan berujung pada kerapuhan. Sebaliknya, kesederhanaan justru menghadirkan kekuatan.

Komunitas yang memilih jalan hidup sehat dengan prinsip sederhana telah membuktikan bahwa pola makan, disiplin tubuh, dan kepatuhan pada bahasa alamiah tubuh bukanlah sekadar “pantangan”, melainkan jalan menuju kebebasan. Biaya yang minim, aturan yang ringan, tetapi hasilnya nyata: tubuh lebih sehat, jiwa lebih tenang, dan relasi dengan Sang Pencipta lebih dekat.

Dari Kandungan hingga Kehidupan

Apa yang terjadi dalam rahim sesungguhnya menjadi gambaran hidup manusia secara utuh. Janin yang belajar “berkomunikasi” dengan ibunya mengajarkan kita bahwa kehidupan terbaik adalah ketika ada keselarasan, bukan paksaan. Saat ibu mendengar, merasakan, lalu menanggapi, lahirlah keterikatan yang menumbuhkan kedua belah pihak.

Maka, maximum bonum bukanlah utopia. Ia adalah buah dari kesadaran sehari-hari:

  • peka mendengar tubuh,
  • jujur pada kebutuhan jiwa,
  • dan setia pada nilai ilahi yang memelihara kehidupan.

Dengan begitu, baik dalam keseharian maupun dalam rahim, hidup menjadi ruang dialog antara jiwa, tubuh, dan Sang Pemberi Hidup. Dan di situlah kenikmatan sejati ditemukan: sederhana, tulus, dan penuh kebaikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *