• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Menggadaikan Tubuh dan Menyelamatkan Jiwa: Pelajaran dari Komunikasi Ibu dan Janin

Menggadaikan Tubuh dan Menyelamatkan Jiwa: Pelajaran dari Komunikasi Ibu dan Janin

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Kehidupan manusia tidak hanya berhenti pada urusan tubuh. Sejak seorang perempuan mengandung, tubuhnya menjadi “rumah” bagi jiwa baru yang sedang tumbuh. Dalam momen kehamilan ini, kita bisa melihat dengan sangat jelas bahwa tubuh bukan milik kita sepenuhnya. Ia dipakai, dibagi, bahkan diserahkan sebagian untuk kehidupan lain.

Jika di rumah sakit tubuh sering kali “digadaikan” pada protokol medis, maka dalam kehamilan tubuh seolah “dipinjamkan” bagi janin. Bedanya, peminjaman ini tidak membuat kita kehilangan kendali, tetapi justru menuntut kesadaran lebih tinggi: bagaimana ibu menjaga tubuhnya agar tidak sekadar sehat secara medis, tetapi juga selaras secara jiwa dan rohani.

Tubuh Ibu, Rumah bagi Jiwa Janin

Janin tidak berkomunikasi dengan kata-kata. Ia berbicara melalui rasa: mual, letih, keinginan makan, atau dorongan istirahat. Semua itu adalah bahasa jiwa janin yang memakai tubuh ibu sebagai saluran. Ketika ibu mengabaikan sinyal itu—misalnya dengan terus mengonsumsi makanan instan, minuman kimia, atau tidak mengatur emosi—sesungguhnya ia mulai “menggadaikan tubuhnya” pada sesuatu yang bisa merusak dirinya dan janinnya.

Pegadaian tubuh di sini bukan terjadi di rumah sakit, melainkan di dapur, meja makan, bahkan di pikiran ibu sendiri. Yang dipertaruhkan bukan sekadar kesehatan, tetapi juga komunikasi batin yang amat suci antara ibu dan janin.

Racun Tubuh, Racun Jiwa

Sama seperti racun tubuh berasal dari pangan yang salah, racun jiwa pun bisa masuk dari emosi negatif: marah, takut, kecewa, atau stres. Janin sangat peka. Ia bisa merasakan getaran jiwa ibunya, bahkan sebelum lahir. Jika ibu menyimpan kemarahan, janin ikut tegang. Jika ibu tenang dan penuh kasih, janin merasa aman.

Inilah yang sering saya tekankan: nutrisi jiwa sama pentingnya dengan nutrisi tubuh. Buah-buah Roh seperti kasih, sukacita, kesabaran, dan kelemahlembutan adalah “vitamin jiwa” yang akan mengalir bersama darah ibu menuju janin.

Mengembalikan Hak Ibu dan Janin atas Diri

Kehamilan memberi pesan mendalam: tubuh bukan hanya milik pribadi, melainkan juga ruang suci bagi jiwa lain. Karena itu, ibu perlu merebut kembali haknya atas tubuh—bukan dengan melawan medis, tetapi dengan menyadari bahwa ia tetap pemilik utama tubuhnya.

Hak itu diwujudkan dengan:

  • memilih makanan murni dan alami,
  • menjaga hati tetap damai,
  • melatih diri dalam doa dan refleksi,
  • serta membuka ruang komunikasi dengan janin melalui rasa, intuisi, dan cinta.

Dengan begitu, ibu tidak sekadar menghindari “gadai tubuh” pada sistem yang memaksa, tetapi justru menghidupi tubuhnya sebagai bait hidup yang nyaman bagi janin.

Bait Allah yang Hidup dalam Kehamilan

Ketika seorang ibu sadar bahwa tubuhnya adalah bait suci, ia bukan hanya menjaga kesehatan fisik, melainkan juga menghidupkan komunikasi jiwa. Janin belajar pertama kali tentang kasih, kesabaran, dan damai dari ibunya. Jika sang ibu berhasil menghadirkan buah-buah Roh itu sejak dalam kandungan, maka anak yang lahir akan membawa cahaya kasih itu ke dunia.


Jadi, “menggadaikan tubuh” sesungguhnya peringatan bagi kita semua. Ibu hamil diajak untuk tidak menyerahkan tubuhnya pada racun makanan, racun emosi, atau sistem yang mengabaikan jiwa. Sebaliknya, dengan kesadaran penuh, ia bisa mengembalikan martabat tubuh dan jiwa sebagai citra Ilahi—tempat di mana janin dan ibunya berkomunikasi dalam cinta yang paling murni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *