• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
JIWA YANG MENGALIR: DELEUZE DAN KEAJAIBAN KOMUNIKASI ANTARA IBU DAN JANIN

JIWA YANG MENGALIR: DELEUZE DAN KEAJAIBAN KOMUNIKASI ANTARA IBU DAN JANIN

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Ada sesuatu yang sangat ajaib dalam kehamilan. Di dalam tubuh seorang ibu, kehidupan baru tumbuh — bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Ada percakapan yang tidak memakai kata-kata, ada getaran yang tidak bisa dijelaskan oleh logika. Ibu dan janin saling merasakan satu sama lain, saling memahami lewat bahasa yang hanya bisa diakses oleh jiwa.

Filsuf Prancis Gilles Deleuze memberi kita cara baru untuk memahami keajaiban ini. Bagi Deleuze, kehidupan bukanlah sesuatu yang statis atau terpisah. Hidup adalah aliran energi, medan yang selalu bergerak, selalu berubah, selalu “menjadi”. Dan jiwa — bukan pikiran — adalah pusat dari arus kehidupan itu.


Skizo: Jiwa yang Terbuka pada Kehidupan

Deleuze punya istilah yang menarik: skizo. Tapi bukan dalam arti gangguan jiwa seperti dalam dunia medis. Dalam filsafatnya, skizo justru menggambarkan jiwa yang terbuka, sensitif, dan mampu merasakan kehidupan dari berbagai arah. Jiwa skizo bukan jiwa yang rusak, melainkan jiwa yang terlalu hidup — jiwa yang mampu menangkap arus halus dari dunia di sekitarnya.

Dan bukankah hal itu yang dirasakan seorang ibu hamil?
Ia tiba-tiba bisa menangis tanpa alasan, tertawa hanya karena merasakan gerak kecil dari dalam perutnya. Ia menjadi lebih peka terhadap suasana, lebih mudah menangkap perasaan tanpa harus dijelaskan. Dalam bahasa Deleuze, inilah jiwa yang mengalir — jiwa yang sedang beresonansi dengan kehidupan lain.


Ketika Janin dan Ibu Saling Menjadi

Bagi Deleuze, kehidupan tidak mengenal garis batas yang tegas. Tidak ada pemisahan mutlak antara “aku” dan “yang lain”. Yang ada hanyalah proses saling menjadi (becoming-with) — dua kehidupan yang bergerak bersama, saling memengaruhi, saling mencipta.

Relasi ibu dan janin adalah contoh paling indah dari konsep ini.
Janin bukan sekadar “isi” dari rahim; ia adalah arus kehidupan yang juga membentuk ibunya. Ibu belajar menjadi lebih lembut, lebih sabar, lebih sadar akan dirinya. Sementara janin belajar mengenal dunia lewat getaran jiwa ibunya — lewat ketenangan, doa, musik, bahkan napas.

Kehamilan, dalam pandangan Deleuzian, bukan hanya proses biologis, tetapi proses spiritual. Bukan sekadar pertumbuhan tubuh, tetapi perluasan jiwa.


Rahim: Ruang Immanensi Kehidupan

Deleuze juga bicara tentang konsep yang disebut tubuh tanpa organ — sebuah cara untuk menggambarkan tubuh bukan sebagai mesin dengan fungsi tetap, tapi sebagai ruang terbuka bagi energi kehidupan.

Jika kita melihatnya dalam konteks kehamilan, maka rahim adalah wujud nyata dari ruang immanensi itu.
Rahim bukan hanya organ fisik, melainkan tempat di mana kehidupan mengalir bebas tanpa batasan. Di dalamnya, ibu dan janin berbagi satu arus energi yang sama. Mereka tidak dipisahkan oleh kulit, tetapi disatukan oleh getaran kehidupan yang murni.

Di sinilah keajaiban terjadi.
Setiap emosi, doa, bahkan bisikan batin sang ibu menjadi gelombang halus yang dirasakan oleh jiwa janin. Bukan melalui kata, tetapi melalui resonansi.


Jiwa Sebagai Subyek, Pikiran Sebagai Bayangan

Dalam dunia modern, kita sering menaruh kepercayaan penuh pada pikiran dan teknologi. Kita berpikir bahwa logika bisa menjelaskan segalanya — termasuk kehidupan itu sendiri. Tapi Deleuze mengingatkan: pikiran hanyalah alat, bukan penguasa.

Yang sesungguhnya menggerakkan kehidupan adalah jiwa.
Pikiran adalah cermin, sementara jiwa adalah cahaya yang membuat bayangan itu mungkin.

Dalam konteks ibu dan janin, ketika sang ibu berhenti dari hiruk-pikuk dunia luar dan menaruh tangannya di perut, mendengarkan detak halus kehidupan di dalamnya — saat itulah ia sedang menjadi subyek dari pikirannya sendiri. Ia tidak lagi sekadar berpikir tentang kehidupan, melainkan sedang hidup di dalamnya.


Skizo Sebagai Jalan Spiritual

Bagi Deleuze, skizo adalah simbol kehidupan yang tidak takut mengalir. Ia menolak untuk dibatasi oleh struktur, oleh aturan tetap, oleh “ini benar dan itu salah”. Ia hidup dalam ruang keterbukaan, dalam pengalaman langsung akan kehidupan itu sendiri.

Dan begitulah seorang ibu hamil menjalani hari-harinya.
Ia tidak tahu pasti bagaimana kehidupan tumbuh di dalam dirinya — tapi ia mempercayai aliran itu. Ia tidak dapat mengontrol setiap detik dari perkembangan janinnya — tapi ia merasakan bahwa ada sesuatu yang bekerja lebih dalam dari sekadar biologi: jiwa.

Dalam keadaan ini, sang ibu sebenarnya sedang hidup dalam modus spiritual paling murni: menyerahkan diri sepenuhnya pada kehidupan, tapi tetap terhubung dengannya secara sadar.


Menemukan Kembali Arah Jiwa

Dari pandangan Deleuze, kita belajar bahwa jiwa adalah pusat dari seluruh keberadaan.
Ia bukan tambahan dari tubuh, melainkan sumber dari setiap gerak kehidupan.
Kehamilan adalah cara alam menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan tidak dimulai dari luar, melainkan dari dalam — dari ruang sunyi tempat dua jiwa berbicara tanpa kata.

Ketika ibu dan janin saling merasakan, di situlah terjadi komunikasi jiwa.
Sebuah komunikasi yang lebih tua dari bahasa, lebih dalam dari pikiran, dan lebih suci dari bentuk apa pun.


Penutup: Mengalir Bersama Kehidupan

Filsafat Deleuze membantu kita mengingat bahwa kehidupan bukanlah sistem, melainkan aliran.
Dan dalam aliran itu, kita tidak sedang menjadi sesuatu — kita sedang menjadi bersama.
Ibu dan janin, jiwa dan jiwa, adalah dua ekspresi dari satu kehidupan yang sama.

Ketika kita memahami ini, maka kita akan tahu mengapa doa, ketenangan, dan cinta seorang ibu begitu berpengaruh bagi anaknya — bahkan sebelum ia lahir. Karena di titik terdalam dari kehidupan, yang berbicara bukanlah pikiran, melainkan jiwa yang sedang mengalir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *