• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
🌿 Manusia Jiwa Berbadan: Tubuh sebagai Alat Komunikasi Jiwa dalam Pandangan Ibnu Sina

🌿 Manusia Jiwa Berbadan: Tubuh sebagai Alat Komunikasi Jiwa dalam Pandangan Ibnu Sina

image_pdfimage_print

Oleh Maximus Mujur, Sp.OG


“Ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan saat aku menyentuh perutku. Bukan hanya kehidupan yang tumbuh, tapi juga suara sunyi yang mengajakku bicara.”

Ungkapan ini datang dari seorang ibu muda dalam minggu ke-28 kehamilannya. Ia tak sedang membaca buku filsafat atau mendengarkan audio meditasi. Ia merasakan. Bahwa tubuhnya bukan sekadar ruang biologis, melainkan ladang komunikasi yang hidup. Tapi… komunikasi dengan siapa?

Kami menyebutnya komunikasi jiwa. Dan dalam terang pemikiran filsuf besar Ibnu Sina, tubuh adalah alat—bukan semata wadah, tetapi medium ekspresi dan jembatan antar dunia: antara jiwa dan realitas, antara ibu dan janin.

🔍 Apa Itu “Manusia Jiwa Berbadan”?

Dalam filsafat Ibnu Sina, manusia bukan sekadar tubuh yang memiliki jiwa. Manusia adalah jiwa yang berbadan. Jiwa merupakan prinsip hidup, pengarah, dan pemberi makna. Sedangkan tubuh—dengan semua panca inderanya—adalah alat komunikasi bagi jiwa untuk menjelma dalam dunia nyata.

“Jiwa tidak bisa menjalankan fungsinya di dunia tanpa tubuh. Tapi tubuh pun hanyalah alat tanpa jiwa,” tulis Ibnu Sina dalam Al-Najat.

Dalam kehamilan, gagasan ini terasa sangat nyata: janin bukan benda yang dibentuk oleh rahim. Ia adalah jiwa yang sedang belajar berbicara—bukan dengan kata-kata, tapi dengan getaran, gerakan, dan emosi.


🤰 Tubuh Ibu: Panggung Bagi Percakapan Sunyi

Setiap rasa mual, perubahan suasana hati, bahkan detak jantung yang tiba-tiba berubah—bukan semata reaksi biologis. Ia bisa menjadi bahasa. Sebuah pesan. Bagi yang mau mendengarkan, tubuh ibu menjadi panggung komunikasi batiniah antara dua jiwa: ibu dan anak.

💬 “Bu, aku di sini. Dengarkan aku, meski tanpa suara.”

Bukan metafora. Ini realitas komunikasi jiwa dalam kehamilan. Dan kami menyaksikannya di ruang-ruang dialog bersama para ibu hamil dari berbagai latar belakang.


📚 Memahami Konsep Ibnu Sina Lewat Kehamilan

Ibnu Sina memandang tubuh sebagai instrumen yang tunduk pada arahan jiwa. Dalam konteks kehamilan, tubuh ibu memainkan tiga fungsi utama sebagai alat komunikasi jiwa:

1. Sensor Spiritual

Tubuh ibu menangkap getaran halus dari janin—lewat intuisi, kepekaan emosional, bahkan mimpi. Banyak ibu melaporkan “perasaan tahu” tentang kondisi bayi, bahkan sebelum pemeriksaan medis mengkonfirmasi.

2. Ekspresi Perasaan Jiwa

Janin berekspresi melalui gerakan, posisi tubuh, atau respon terhadap suara, cahaya, dan emosi ibu. Ini bukan gerakan acak, melainkan respons yang terarah. Jiwa janin berusaha menjalin relasi.

3. Media Relasi Ilahiah

Dalam pandangan spiritual Islam, doa, zikir, dan bacaan Al-Qur’an bukan hanya ibadah, tapi juga medium komunikasi antara jiwa manusia dengan Tuhan. Ketika ibu hamil berzikir, ketenangan batin tercipta. Dan janin pun—dalam keheningan itu—merespon dengan gerak yang teratur, detak jantung yang stabil.


🔄 Komunikasi Dua Arah: Dari Janin ke Ibu, dari Ibu ke Janin

Apa yang membuat komunikasi ini mungkin?

Intuisi.
Ibnu Sina menyebutnya sebagai bentuk pengetahuan langsung dari jiwa, yang tidak melalui proses akal rasional. Dalam kehamilan, intuisi maternal adalah bentuk kecerdasan jiwa yang menjadi jembatan antara dunia janin dan ibu.

Perasaan.
Bagi Ibnu Sina, emosi bukan sekadar respons psikologis, tetapi cermin keadaan jiwa. Ketika ibu merasa tenang, janin merespons. Ketika ibu gelisah, tubuhnya memberi sinyal lewat gerak janin atau rasa tidak nyaman.


🌸 Implikasi bagi Kebidanan Modern

Gagasan “tubuh sebagai alat komunikasi jiwa” membuka pendekatan baru dalam kebidanan:

💠 1. Pendekatan Holistik

Perawatan ibu hamil seharusnya tak hanya fokus pada tekanan darah dan kadar Hb. Tapi juga: bagaimana perasaannya hari ini? Apakah ia merasa didengar? Apakah ia sudah berbicara dengan bayinya hari ini?

💠 2. Pelatihan Intuisi dan Hening

Tenaga kesehatan bisa dilatih untuk mengenali dan memfasilitasi komunikasi jiwa ini. Sebuah pelukan, kalimat penyemangat, atau sesi “diam bersama” bisa memberi dampak lebih kuat daripada instruksi medis.

💠 3. Ruang Spiritual dalam Pemeriksaan

Membuka ruang spiritual—lewat musik lembut, doa pendek, atau hanya pencahayaan hangat—dapat memperkuat ikatan batin ibu dan janin selama pemeriksaan.


🧭 Penutup: Menemukan Jalan Pulang ke Jiwa

Ibnu Sina mengajak kita melihat tubuh bukan sebagai objek, melainkan jendela jiwa. Dalam kehamilan, jendela itu terbuka lebar. Ada suara-suara lembut yang ingin terdengar. Ada pesan-pesan sunyi yang ingin dimaknai.

“Aku belum lahir, Bu. Tapi aku sudah ingin mengenalmu.”
– Bisikan jiwa dari dalam rahim

Semoga kita, para penyimak dan pelaku kebidanan, tidak hanya fokus pada detak jantung dan hasil lab. Tapi juga belajar mendengarkan rasa. Karena di sanalah, komunikasi jiwa berbisik:

🕊️ “Aku hidup. Aku merasa. Aku bicara. Dengarkan aku, Bu.”


📌 Catatan untuk Praktik Sehari-hari

  • Pegang perut dengan lembut setiap pagi dan ucapkan sapaan kasih.
  • Tulis jurnal harian tentang emosi dan intuisi selama hamil.
  • Dengarkan tubuh, jangan lawan. Setiap rasa adalah pesan.
  • Libatkan bidan, suami, dan keluarga untuk membuka ruang sunyi: ruang mendengar jiwa.

✉️ Ingin mengenal lebih dalam konsep komunikasi jiwa dalam kehamilan?
Silakan hubungi kami di sini
💌 Kontak: maximus@unpad.ac.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *