
“Melihat dengan Kacamata Baru”: Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin dalam Kemuliaan Tuhan
Oleh: dr. Maximus Mujur, Sp.OG
🕊️ “Mulailah hari ini dengan mengganti kacamata yang biasa kita pakai. Gantilah cara kita melihat diri sendiri, janin, dan dunia ini.”
Kalimat ini bukan sekadar ajakan biasa. Ini adalah undangan untuk membuka mata hati, mengubah cara pandang, dan menghidupkan komunikasi jiwa yang lebih dalam antara ibu dan janinnya.
Apa jadinya jika seorang ibu, yang dulu hanya melihat janin sebagai sosok kecil dan rapuh, mulai melihatnya sebagai cahaya kemuliaan Tuhan? Sebuah cahaya yang memancar dari dalam rahim, yang sedang tumbuh dan berbicara melalui rasa dan intuisi?
✨ “Kacamata Baru” — Cara Melihat Dunia yang Berbeda
Pernahkah kita merasa dunia ini begitu berat, penuh penderitaan, dan kita hanya melihat sisi gelapnya? Kini, bayangkan Anda mengenakan “kacamata baru” yang memungkinkan Anda melihat dunia bukan sebagai panggung kesedihan, melainkan sebagai panggung kemuliaan Tuhan.
Seorang ibu yang mengenakan kacamata ini akan memandang janinnya bukan sekadar sebagai kehidupan biologis, tetapi sebagai medan kasih yang suci, tempat Tuhan berkarya dengan luar biasa.
Dalam kacamata baru itu, tubuh yang mungkin dulu dianggap penuh keterbatasan atau penyakit, berubah menjadi medan mulia yang memancarkan kekuatan dan kasih ilahi.
đź’ž Komunikasi Jiwa: Lebih dari Sekadar Gerakan Fisik
Komunikasi antara ibu dan janin sering kali disangka hanya soal tendangan atau gerakan kecil. Namun sebenarnya, komunikasi ini jauh lebih dalam: melalui intuisi, rasa, dan getaran jiwa.
Ketika ibu memandang janinnya dengan kacamata baru, ia mulai merasakan kehadiran janin dalam hatinya, bahkan sebelum fisik bergerak. Ia merasakan perasaan janin, kebutuhan dan kasihnya yang tak terucapkan.
Janin pun “berbicara” dengan bahasa jiwa, yang hanya bisa didengar oleh ibu yang membuka dirinya dengan penuh kasih dan perhatian.
🌍 Melihat Kemuliaan dalam Diri dan Orang Lain
Kacamata baru itu bukan hanya untuk memandang diri sendiri dan janin, tapi juga untuk melihat dunia dengan cara yang lebih bijak.
Tidak ada lagi pandangan rendah terhadap diri sendiri, atau mengagung-agungkan diri dengan berlebihan. Justru sebaliknya, kita belajar melihat kemuliaan Allah dalam diri setiap orang dan di setiap keadaan, bahkan dalam hal yang tampak biasa atau bahkan buruk sekalipun.
Misalnya, ketika orang lain hanya melihat sampah, ibu yang mengenakan kacamata baru ini justru melihat cahaya kemuliaan Tuhan yang tersembunyi di baliknya.
🌟 Menjadi Medan Kemuliaan dan Kasih Tuhan
Melalui komunikasi jiwa ini, ibu menjadi lebih dari sekadar pembawa kehidupan secara fisik. Ia menjadi medan bagi Allah untuk berkarya, untuk menempatkan kemuliaan dan kasih-Nya pada diri dan janinnya.
Ibu yang hadir dengan penuh kesadaran, dengan hati yang terbuka, memberi ruang bagi janin untuk tumbuh dalam damai dan cinta. Ini adalah pendidikan jiwa yang paling awal dan paling indah.
📍 Penutup: Memakai Kacamata Baru Setiap Hari
Kehamilan bukan hanya soal pertumbuhan fisik janin, melainkan juga perjalanan spiritual dan emosional yang mendalam.
Hari ini, jika Anda merasa pandangan Anda masih kabur, tanyakan pada diri sendiri:
- Apakah saya sudah mengenakan “kacamata baru” untuk melihat diri saya dan janin saya?
- Sudahkah saya membuka hati untuk mendengar komunikasi jiwa yang halus itu?
- Apakah saya mampu melihat kemuliaan Tuhan di dalam diri saya, dalam janin saya, dan di dunia sekitar saya?
Karena dengan kacamata baru itulah, ibu dan janin bisa berkomunikasi dalam kasih yang tulus, membangun ikatan jiwa yang kuat, dan bersama-sama menatap masa depan yang penuh harapan dan kemuliaan.