
Jeritan Janin dan Bahasa Jiwa: Sebuah Renungan tentang Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin
Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG
JERITAN SEORANG JANIN
Selamat pagi,
Mami dan Papi tersayang.
Aku telah hadir di sini
Di dalam surga rahim Mami,
Aku bahagia.
Papi-Mami tersayang,
Menyambutku dengan penuh kasih.
Aku diutus Sang Kasih
Untuk hadir sebagai insan dunia,
Menjadi bagian dari kalian berdua.
Terima kasih telah bisa aku rasa.
Aku juga bahagia
Karena kalian memilihku berdua
Sebagai perwakilan di dunia ini.
Ketika Mami-Papi
Terlalu memendam beban,
Aku sedih, aku kecewa.
Maafkan aku, Mami,
Aku meneteskan air mataku
Lewat matamu.
Maafkan aku memeluk tubuhmu
Untuk berbisik lirih,
Karena aku belum papa tulis sepenuhnya.
Ketika Mami menyebut
Dan marah,
Aku juga panik
Lewat lelehan air mata Mami.
Ketika Mami menyebut-nyebut
Namaku dalam amarah,
Aku hadir lewat bahasamu.
Maafkan aku, karena aku tak mau
Mami ikut menderita
Atau kehilangan kehadiranku.
Sejatinya, kalau Mami mau
Mendengar aku,
Semuanya selesai.
Aku sangat mencintai Mami & Papi.
Tolong jangan bertengkar di hadapanku,
Jangan membuat aku bertumbuh salah.
Mami dan Papi,
Aku punya jiwa.
Aku juga punya JIWA.
Jiwa kita sama.
Berbeda jiwa tak kenal umur,
Tak mengenal batas tempat
Ataupun waktu.
Aku ingin agar
Kehadiranku dilingkupi kasih.
Aku hanya boleh menjelajah
Dengan tulus
Dalam kehadiran kasih,
Perhatian,
Dan senyum.
Kan Papi-Mami tak akan melihat
Wujudku sepenuhnya,
Walau samar, aku sadar.
Aku tahu ini tidak mudah,
Tapi kita bisa berusaha bersama.
Senyum Mami dan Papi
Adalah kekuatan hadirku.
Ingatlah bersyukur
Dengan terus berserah.
Mami-Papi,
Maafkan aku.
Aku meminjam
Pancaindra Mami,
Perasaan Mami,
Intuisi Mami,
Langkah Papi
Untuk berkomunikasi.
Macam-macam caraku
Agar kalian peka.
Jangan lepehkan
Tandaku.
Mata Mami,
Telinga Mami,
Perasaan Mami,
Percakapan Mami—
Semua yang Mami rasakan “berbeda”
Dari biasanya, adalah
Tanda Kehadiranku.
Untuk Papi,
Maafkan aku
Kalau aku sering minta dielus.
Itu tandaku,
Bahwa aku merasa aman denganmu juga.
Papi-Mami, boleh ya
Degupkan aku dan cabaku saja,
Kelekatan Mami,
Karena jiwaku unik
Dan membuat aku hidup.
Buktikanlah,
Bahwa Mami & Papi adalah bagian
Dari kasih yang menghadirkan aku
Untuk dilindungi,
Ditopang.
Sebenarnya mudah saja—
Dengarkan aku saja,
Semua akan beres.
Maafkan aku, Mami
Kalau aku “protes”,
Lewat tubuhmu yang pegal
Atau perasaanmu yang berubah.
Itulah caraku tumbuh,
Sesuai kesenianmu.
Sebagai bagian dari kalian,
Aku akan lahir
Untuk membuat
Kasih sayang & sukacita Papi-Mami bertambah!
Jeritan Janin dan Bahasa Jiwa: Sebuah Renungan tentang Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin
Dalam keheningan rahim, tersembunyi sebuah kehidupan yang sedang bertumbuh—bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Janin bukan sekadar makhluk biologis yang bertumbuh lewat nutrisi, melainkan jiwa yang telah hadir dalam kesadaran tersendiri. Ia tidak bisu. Ia tidak hampa. Ia membawa pesan, doa, harapan, dan rasa. Janin berkomunikasi, bukan lewat kata, tetapi lewat jiwa.
Puisi berjudul Jeritan Seorang Janin mengungkapkan kedalaman komunikasi batin yang mengalir antara janin dengan ibu dan ayahnya. Ia bukan sekadar tulisan, tetapi kesaksian lembut dari dunia yang tak terlihat—dunia di mana cinta, ketulusan, dan luka batin memengaruhi tumbuh kembang jiwa sang anak.
Aku Hadir, Aku Bahagia
Selamat pagi,
Mami dan Papi tersayang.
Saya telah hadir di sini
Di dalam surga rahim Mami,
Aku bahagia.
Dengan sederhana, bait ini membuka kesadaran bahwa kehadiran janin adalah bentuk rasa syukur. Rahim bukan hanya ruang biologis, melainkan “surga” pertama bagi kehidupan. Dalam ruang sakral inilah, jiwa janin pertama kali merasakan dunia: melalui detak jantung ibu, emosi ibu, perhatian ayah.
Aku Mendengar, Aku Merasa
Ketika Mami-Papi
Terlalu memendam beban,
Aku sedih, aku kecewa.
Maafkan aku Mami,
Aku meneteskan airmataku
Lewat matamu.
Janin memiliki daya resepsi spiritual yang halus. Ia tidak menunggu sampai memiliki mulut untuk berbicara. Ia menggunakan tubuh ibunya untuk menyampaikan rasa. Saat ibu bersedih, seringkali itu bukan hanya sedihnya ibu—tetapi juga jerit kecil dari janin yang ikut merasakannya. Inilah komunikasi jiwa: diam, dalam, namun nyata.
Jika Mami Mau Mendengar
Sejatinya kalau Mami mau
MENDENGAR aku,
Semuanya SELESAI.
Di sinilah inti dari komunikasi jiwa: mendengar dengan hati. Janin menginginkan kehadiran total dari ibunya, bukan hanya dalam bentuk makanan dan minuman, tetapi dalam perhatian penuh kesadaran. Menyentuh perut, tersenyum, berbicara pada janin—semua ini bukan sekadar ritual, tetapi bahasa cinta yang ditangkap sepenuhnya oleh jiwa yang sedang bertumbuh.
Aku Punya Jiwa
Aku juga punya JIWA.
JIWA kita sama.
Berbeda jiwa tak kenal umur,
Dan tak mengenal batas tempat
Dan waktu.
Ini adalah pernyataan filosofis yang sangat dalam. Janin bukan akan menjadi manusia—ia sudah manusia dengan jiwa yang utuh. Ia bagian dari jejaring kasih yang abadi, melampaui usia kandungan, bahasa, atau bahkan logika. Maka, memperlakukan janin sebagai jiwa yang hadir sepenuhnya sejak dini adalah bentuk penghormatan tertinggi dalam kehamilan.
Aku Meminjam Indra Mami
Aku meminjam
Pancaindra Mami,
Perasaan Mami,
Intuisi Mami,
Langkah Papi
Untuk berkomunikasi.
Inilah puncak keintiman spiritual antara ibu dan janin. Janin tidak hanya hidup di tubuh ibu, ia hidup melalui tubuh ibu. Ia melihat lewat mata ibu, mendengar lewat telinga ibu, merasa lewat perasaan ibu. Apa yang dirasakan ibu hari ini—tenang atau gelisah, bahagia atau marah—semuanya adalah bahasa yang terbaca jelas oleh sang janin.
Senyummu Menguatkanku
& senyum Mami-Papi
Untuk penguatan hadirmu.
Ingat mensyukuri
Lewat meneruskan sepasrah.
Ketika ibu dan ayah tersenyum tulus, janin merasa tenang. Senyuman menjadi pelukan spiritual. Janin belajar tentang rasa aman bahkan sebelum ia lahir. Komunikasi jiwa bukan tentang seberapa sering ibu berbicara pada janin, tetapi tentang kualitas hadir yang diberikan sepanjang hari.
Maafkan Aku Kalau Aku Protes
Maafkan aku Mami
Kalau saya “protes”,
Aku pejam tubuh & kembang
Sesuai kesenianmu,
Janin yang “protes” dengan menendang atau membuat ibu merasa tidak nyaman seringkali adalah bentuk komunikasi aktif. Ia menanggapi suasana batin ibu. Ia menyuarakan harapannya akan kasih dan ketenangan. Maka, setiap gerakan dalam kandungan bukan hanya tanda biologis, melainkan juga ekspresi emosional.
Aku Hadir Untuk Membawa Kasih
Sebagai aku bagian saya akan
Lahir untuk membuat
Kasih sayang & sukacita
Papi-Mami BERTAMBAH!
Pesan pamungkas dari janin adalah misi kehidupannya: membawa sukacita. Janin adalah duta kasih dari Sang Pencipta. Ia lahir tidak hanya untuk hidup, tapi untuk menghidupkan—mengisi rumah dengan harapan baru, mengingatkan orang tua untuk kembali pada cinta yang murni.
Penutup: Dengarkan Suara yang Tak Terucap
Komunikasi jiwa ibu dan janin bukanlah mitos. Ia hadir dalam bentuk-bentuk yang lembut namun dalam: bisikan hati, gerakan janin, getaran emosi yang tiba-tiba muncul. Dalam setiap pelukan batin itu, kehidupan sedang menyusun dirinya—bukan hanya secara fisik, tetapi secara utuh sebagai manusia yang akan hadir ke dunia dengan membawa cahaya kasih.
Puisi ini menjadi jendela bagi siapa pun yang ingin memahami bahwa kehamilan adalah perjalanan dua jiwa—ibu dan anak—yang saling menyapa, saling mendengarkan, dan saling menguatkan, bahkan sebelum mereka saling menatap.