• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Kasih yang Tak Memilih: Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin dalam Jalan Keselamatan

Kasih yang Tak Memilih: Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin dalam Jalan Keselamatan

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Di dalam rahim seorang ibu, jiwa kecil tumbuh bukan sekadar sebagai calon manusia, tetapi sebagai entitas yang telah memiliki kesadaran—sebuah jiwa yang hadir untuk belajar, terhubung, dan bahkan menyampaikan pesan-pesan halus kepada ibunya. Dalam ruang sunyi yang hangat itu, komunikasi jiwa antara ibu dan janin bukanlah mitos spiritual semata, melainkan pengalaman nyata yang dirasakan banyak ibu—melalui tubuh, emosi, intuisi, bahkan pilihan-pilihan hidup yang tak terduga.

Ketika seorang ibu hamil menghadapi situasi kritis—seperti sakit berat atau pilihan medis yang sulit—sering kali dunia memaksa untuk memilih: selamatkan ibu, atau selamatkan bayi. Ini adalah bahasa sistem dunia, yang bekerja berdasarkan kalkulasi risiko dan batas-batas ilmu yang terukur. Namun, dalam ranah komunikasi jiwa, tidak ada pilihan untuk mengorbankan satu demi yang lain. Jiwa ibu dan janin tidak pernah saling menyingkirkan. Justru sebaliknya, mereka saling menguatkan, saling memperjuangkan satu sama lain, dalam keheningan yang hanya bisa dirasakan oleh yang berserah sepenuhnya.

Kasih sejati—yang menjadi inti dari komunikasi jiwa ini—tidak mengenal pilih kasih. Ketika ibu berserah, menerima kehadiran janin sepenuhnya, dan membuka ruang batinnya untuk mendengarkan, maka ia akan menyadari bahwa janin pun sedang mendampinginya. Dalam beberapa pengalaman, seorang ibu yang sakit berat merasa lebih kuat saat janinnya “mengirimkan” kekuatan lewat rasa tenang yang tiba-tiba hadir. Dalam pengalaman lain, seorang ibu menahan untuk tidak menjalani prosedur medis tergesa, karena merasa “bayinya belum siap”, dan keputusan itu justru membawanya ke penyembuhan alami yang tak terduga.

Komunikasi jiwa ini sering kali tidak logis secara medis. Namun di situlah letak kekuatannya. Ia tidak berbicara melalui logika dan akal, melainkan melalui cinta tanpa syarat. Dalam cinta itu, keselamatan bukan soal memilih siapa yang layak hidup, melainkan bagaimana keduanya bisa selamat dalam satu jalan kehidupan. Ada dimensi spiritual yang melampaui pertimbangan medis biasa—dimensi yang mengandaikan iman, kasih, dan keterhubungan yang utuh antara dua jiwa.

Di sinilah pentingnya kehadiran komunitas yang memahami makna kehamilan secara spiritual, bukan sekadar biologis. Dalam komunitas seperti itu, ibu hamil tidak berjalan sendiri. Ia didukung, didoakan, dan didampingi untuk tetap menjaga kebersamaan jiwanya dengan janin. Ia diajak untuk tidak bosan berproses, untuk tidak menyerah pada rasa sakit atau rasa takut, dan untuk tetap bersukacita bahkan di tengah kesakitan—karena kebersamaan dengan janin bukanlah beban, tapi sumber kekuatan.

Akhirnya, keselamatan bukan hanya tentang tubuh yang selamat. Keselamatan sejati adalah ketika jiwa ibu dan janin tetap terhubung dalam cinta, saling menjaga, saling menguatkan, dan berjalan bersama dalam takdir yang agung. Di sana tidak ada pilih kasih. Hanya ada kasih yang menyelamatkan semua—karena itulah kodrat sejati dari jiwa yang hidup.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *