
“Komunikasi Jiwa dalam Kehamilan: Sebuah Refleksi Seorang Dokter Kandungan dengan 30 Tahun Pengalaman”
Oleh: dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Pagi-pagi ke kebon Mekon,
Healing di bawah rindangnya pohon.
Tinggalkan kegelapan bersama opa Anton,
Agar kesehatan indah seperti melon.
Selama lebih dari tiga dekade saya mendampingi para ibu hamil, saya menyadari bahwa kehamilan bukan hanya urusan medis dan biologis. Di balik denyut jantung janin dan grafik pertumbuhan yang saya pantau lewat USG, ada komunikasi halus yang tak bisa ditangkap dengan stetoskop. Komunikasi ini bukan sekadar kata-kata atau sentuhan, tetapi getaran jiwa—sebuah percakapan sunyi antara ibu dan janin, yang hanya bisa didengar oleh hati yang terbuka.
Jiwa yang Menyapa Lewat Rasa
Kalo janin menyapa “morning hello”
Saya juga menyapa Mekoners halo.
Kehadiran janin membawa sukacinta,
Kehadiran Mekoners membawa sukacita.
Bukan hal aneh ketika seorang ibu berkata, “Dok, saya tahu bayi saya sedang bahagia hari ini,” atau “Rasanya bayi saya gelisah sejak tadi pagi.” Ini bukan halusinasi. Ini adalah pengalaman nyata dari komunikasi intuitif—jiwa ibu yang menyentuh jiwa anaknya. Tidak ada manual medis yang mengajarkan ini, tapi selama 30 tahun, saya menyaksikannya berulang kali.
Janin memiliki caranya sendiri untuk menyampaikan kebutuhannya. Bukan dengan kata-kata, melainkan lewat detak emosi ibu, rasa lapar yang tiba-tiba, atau bahkan keinginan makan sesuatu yang tidak biasa. Jiwa ibu adalah kanal komunikasi utama, dan tubuhnya menjadi penerjemah.
Ketika Ilmu dan Jiwa Berpapasan
Tuhan hadiahkan hati seluas samudra,
Kita mereduksi seluas kepala.
Tuhan memberikan kesehatan yang utuh,
Kita pretelin demi mendukung ilmu.
Sebagai dokter, saya menghargai ilmu pengetahuan. Ia penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah komplikasi. Tapi saya juga belajar bahwa ilmu tidak bisa menjelaskan segalanya. Banyak ibu sehat secara medis, tapi kehamilannya tidak tenang. Sebaliknya, ada ibu dengan kondisi medis yang rumit tapi tetap kuat dan damai, karena hatinya penuh kepercayaan.
Ilmu mengajarkan bagaimana tubuh bekerja. Tapi hanya jiwa yang mengajarkan bagaimana tubuh bertumbuh dalam cinta. Ketika seorang ibu menyanyikan lagu untuk janinnya, ketika dia tersenyum sambil memegang perutnya, itulah saat janin mendapat makanan batin yang tak tergantikan oleh suplemen apapun.
Menjadi Subjek, Bukan Objek
BHS mengajak anda menjadi subyek,
BHS mengingatkan jangan jadi obyek.
BHS menyadarkan, jangan jadi korban proyek,
Agar hidup jangan menuju jelek.
Selama ini, pasien sering diposisikan sebagai objek. Mereka datang ke ruang praktik, menunggu vonis dari dokter. Tapi dalam kehamilan, ibu bukan hanya penerima layanan—dia adalah subjek utama dalam proses kehidupan. Dialah yang merasakan pergerakan jiwa dari dalam, yang menangkap sinyal-sinyal halus dari bayi, yang memahami bahwa kehamilan adalah kerja sama antara tubuh, pikiran, dan perasaan.
Kita harus belajar mendengarkan ibu, bukan hanya memeriksa perutnya. Kita harus memberi ruang bagi kebijaksanaan tubuh dan kecerdasan jiwa yang alami.
Jiwa Adalah Pemimpin Kehamilan
Jiwa menawarkan ketidakterukuran kasih,
Pikiran menghadirkan keterukuran ilmu.
Jiwa memberikan sukacita tanpa henti,
Pikiran kadangkala tampil penuh buntu.
Jiwa ibu bukan sekadar tempat singgah janin. Ia adalah medan utama tempat anak memulai perjalanan hidupnya. Dalam ketenangan batin ibu, janin belajar mengenal cinta. Dalam keraguan, janin turut gelisah. Maka penting bagi ibu untuk menjaga cahaya jiwanya tetap terang, bukan demi dirinya sendiri saja, tetapi demi si kecil yang sedang bertumbuh.
Saya pernah merawat seorang ibu yang tidak bisa tidur karena cemas tentang hasil pemeriksaan laboratorium. Namun, ketika ia mulai rutin berbicara dengan bayinya, merawat dirinya dengan penuh syukur, dan menerima kehamilannya dengan pasrah yang aktif, hasil lab bukan lagi pusat kekhawatiran. Dan, yang lebih mengejutkan: kondisi medisnya pun ikut membaik.
Menjadi Orangtua dari Jiwa
Orangtua adalah profesi alamiah,
Bukan profesi karya ilmiah.
Orangtua hadir karena jatuh cinta,
Karya Allah lewat kisah Adam-Hawa.
Bukan hanya bayi yang sedang bertumbuh. Jiwa kedua orangtuanya juga sedang bertumbuh. Kehamilan adalah saat di mana pasangan belajar menjadi ayah dan ibu bukan hanya secara sosial, tapi secara spiritual. Mereka belajar menyapa jiwa baru yang hadir lewat rahim, dan menyambutnya dengan doa, kasih, dan kesadaran akan tanggung jawab ilahi.
Akhirnya, Kita Kembali ke Hati
Sederhana, cara Tuhan menyuarakan diri,
Dengarlah dengan buka hati.
Jangan buka pikiran tanpa hati,
Akhirnya riiiiibetnya setengah mati.
Banyak ibu datang ke saya dengan daftar pertanyaan dari internet, hasil diskusi grup WhatsApp, atau kekhawatiran karena cerita orang lain. Saya selalu mengingatkan: dengarkan dulu hatimu. Dengarkan tubuhmu. Dengarkan bayimu. Karena kebenaran paling dalam tidak selalu datang dari luar, tetapi dari dalam—dari ruang batin yang terhubung langsung dengan Sang Pencipta.
Penutup: Komunikasi Jiwa adalah Ilmu Kehidupan
Peristiwa kehamilan membawa pedoman,
Manusia adalah jiwa berbadan.
Jiwa membuat tubuh bertumbuh,
Janin mengatur kebutuhan lewat ibu.
Sebagai dokter kandungan, saya percaya: tugas saya bukan hanya memeriksa dan memberi resep. Tugas saya adalah membantu ibu-ibu kembali mempercayai keunikan jiwa mereka. Karena dari sanalah janin mendapatkan “makanan” paling penting: kasih sayang, ketenangan, dan kesadaran akan kehadirannya yang bermakna.
Komunikasi jiwa bukan mitos. Ia adalah kenyataan sehari-hari dalam ruang praktik saya—yang hanya bisa dilihat oleh hati yang percaya dan mata yang terbuka.
Salam sehat dan damai,
dr. Maxi Mujur
Dokter Kandungan | 30 Tahun Mengabdi untuk Jiwa dan Janin