• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin: Jalan Keselamatan yang Penuh Kasih

Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin: Jalan Keselamatan yang Penuh Kasih

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Selama lebih dari 30 tahun saya mengabdikan diri sebagai dokter spesialis kandungan, saya menyaksikan berbagai dinamika kehidupan yang lahir dari dalam rahim seorang ibu. Setiap janin yang tumbuh bukan hanya sekadar kumpulan sel, bukan hanya denyut jantung dan hasil USG, tetapi sebuah jiwa yang hidup dan menyapa. Dan setiap ibu bukan hanya penjaga kehidupan secara biologis, tetapi pembimbing jiwa yang sedang belajar mengenal dunia dari dalam tubuhnya.

Dalam pengalaman saya, semakin sering saya menemani para ibu dalam kehamilan yang kompleks—bahkan ekstrem—semakin saya menyadari bahwa ada ruang dalam tubuh manusia yang tak bisa dijangkau ilmu medis: yaitu ruang jiwa. Di sanalah komunikasi sejati antara ibu dan janin terjadi. Sebuah komunikasi sunyi, namun penuh makna. Di ruang itu pula, saya memahami dengan sangat dalam bahwa tidak ada pilih kasih dalam keselamatan.

Tuhan Hadir bagi Semua Jiwa

Ilmu kedokteran modern mengajarkan kami untuk menganalisis, menghitung risiko, dan memberi pilihan-pilihan berdasarkan parameter medis. Dalam banyak kasus, dunia kedokteran memaksa kami menentukan siapa yang harus diselamatkan—ibu atau janin. Dunia menuntut pilihan: satu diselamatkan, satu dikorbankan.

Namun dalam ruang jiwa yang saya pelajari dan telusuri, saya menemukan bahwa Tuhan tidak pernah memilih kasih. Ia tidak mengorbankan satu untuk menyelamatkan yang lain. Dalam terang iman dan kasih, keselamatan adalah untuk semuanya—ibu dan janin.

Saya teringat kasus seorang pasien saya, sebut saja namanya Stephanie. Ia mengandung dengan kondisi kanker serviks yang aktif. Secara medis, ia sangat dianjurkan menghentikan kehamilan demi menyelamatkan dirinya. Namun ia menolak. Ia berkata, “Kalau Tuhan memberi kehidupan dalam rahim saya, Dia pasti punya jalan untuk menyelamatkan kami berdua.”

Keyakinannya bukan keyakinan kosong. Stephanie merawat dirinya dengan kedamaian jiwa. Ia berdialog setiap hari dengan janinnya, membacakan doa, mengalirkan kasih. Dan hari itu pun datang: anaknya lahir dengan sehat, dan ia sendiri melewati masa kritis dengan mukjizat yang tak masuk dalam catatan buku kedokteran.

Komunikasi Jiwa: Kasih yang Menyembuhkan

Ilmu medis seringkali melihat kehamilan hanya sebagai proses fisiologis. Tapi saya percaya: kehamilan adalah proses spiritual yang penuh dinamika. Komunikasi jiwa antara ibu dan janin terjadi jauh sebelum kelahiran. Ia hadir dalam bentuk rasa:

  • Getaran batin saat ibu merasa janinnya gelisah,
  • Kepekaan terhadap musik, doa, dan suara hati,
  • Isyarat batin ketika ibu tahu bahwa janinnya membutuhkan ketenangan.

Ini bukan mistik. Ini realitas yang tak tercatat dalam grafik, tapi sangat nyata dalam pengalaman hidup. Dan komunikasi ini adalah jembatan keselamatan. Ketika ibu dan janin saling mengenal dalam jiwa, maka keputusan-keputusan sulit dalam kehamilan dapat dilalui bukan dengan ketakutan, tetapi dengan kebijaksanaan kasih.

Tidak Ada Jiwa yang Layak Dikorbankan

Saya menulis ini bukan untuk menentang sains, karena saya adalah bagian dari dunia itu. Tapi saya ingin mengajak semua kalangan untuk membuka diri pada dimensi lain dari kehamilan: dimensi kasih tanpa syarat. Saya percaya, keselamatan bukan soal memilih siapa yang lebih penting, tetapi bagaimana kasih bekerja menyelamatkan semua.

Dalam prinsip ini, saya sepakat bahwa Allah adalah kasih yang menyelamatkan semua orang. Ia tidak mengorbankan satu jiwa demi jiwa lain. Kita sebagai manusia harus belajar dari itu—belajar untuk tidak berpikir dalam dikotomi korban dan penyelamat, melainkan menyelaraskan diri dengan kehendak kasih yang utuh.

Jiwa yang Tak Sendiri

Saya juga mengingatkan para ibu hamil agar tidak tenggelam dalam kesendirian saat menghadapi situasi sulit. Rasa bosan, lelah, dan takut dapat membuat ibu terputus dari komunikasi dengan janinnya. Maka penting untuk tetap terhubung—bukan hanya dengan keluarga atau tenaga medis, tetapi juga dengan komunitas yang menyemangati jiwa.

Saat ibu menjaga jiwanya tetap terbuka, lembut, dan berserah, janin akan ikut mengalami kedamaian itu. Maka, komunikasi jiwa bukan hanya instrumen emosional, tapi juga jalan kesembuhan. Ketika jiwa sehat, tubuh mengikuti. Ketika kasih mengalir, keselamatan membuka jalan.


Penutup: Kasih Itu Menyelamatkan, Tanpa Memilih

Sebagai seorang dokter, saya diajarkan untuk mendiagnosis dan memberi keputusan. Tapi sebagai manusia yang menyaksikan begitu banyak kisah luar biasa dalam ruang bersalin, saya belajar bahwa keselamatan sejati terjadi ketika kita memilih untuk tidak memilih—ketika kita memilih untuk menyelamatkan semuanya.

Dan itu hanya mungkin jika komunikasi antara ibu dan janin dijalani dalam kasih, bukan ketakutan. Dalam pengharapan, bukan keputusasaan. Dalam keberanian, bukan keraguan.

Karena dalam kasih Tuhan, tidak ada satu jiwa pun yang patut dikorbankan.


dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Dokter Spesialis Kandungan & Peneliti Komunikasi Jiwa Ibu dan Janin
Bandung, 30 Juli 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *