
KOMUNIKASI JIWA IBU DAN JIWA JANIN DALAM KEHAMILAN: MEMBANGUN PUSAT SUKACITA
Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Kehamilan bukan hanya proses biologis, tetapi sebuah perjalanan jiwa. Seorang ibu mengandung bukan hanya tubuh janin, melainkan juga benih sukacita, pusat kebaikan yang sedang bertumbuh di dalam dirinya.
Dalam momen kehamilan, ibu dipanggil untuk menyadari dirinya sebagai pusat sukacita. Sebab sukacita itu bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga akan menjadi warisan pertama yang diterima sang janin. Ketika ibu menaruh sukacita dalam dirinya, janin merasakannya. Jiwa sang bayi belajar sejak dini apa itu rasa aman, damai, dan bahagia—semua terpancar dari pusat sukacita ibunya.
Sering kita lihat, seorang ibu hamil memandang perutnya dengan senyum. Itu bukan senyum biasa. Itu adalah cara jiwa ibu menyalurkan pesan: “Kau adalah bagian dariku. Aku mencintaimu. Aku bersyukur kau ada di sini.” Di sana, janin membaca sinyal-sinyal kasih. Karena komunikasi jiwa ibu dan janin melampaui kata-kata: ia hadir melalui getar perasaan, nada suara, belaian lembut, bahkan dalam doa dan harapan yang berbisik di hati.
Ibu yang membangun sentra-sentra sukacita di sekitarnya juga sedang menyiapkan ruang aman bagi janin. Ketika ibu memupuk relasi harmonis dengan pasangan, keluarga, lingkungan, ia sedang menenun jaring kasih yang nanti akan menyambut bayi ke dunia. Karena sukacita itu menular. Seperti kita merasa nyaman berada di dekat orang yang tulus dan bahagia, demikian pula janin merasa nyaman dalam rahim yang memancarkan damai.
Tentu sebaliknya juga benar. Ketika ibu menaruh kemarahan yang tak terselesaikan, kecemasan yang meraja, atau kebencian yang mendalam, pusat sukacita dalam dirinya bisa meredup. Janin adalah bagian darinya. Ia akan membaca, merasakan, bahkan membawa jejak-jejak emosi itu dalam memorinya yang paling purba. Karena itu kehamilan mengundang ibu untuk membersihkan pusat dirinya. Untuk memaafkan. Untuk melepas. Untuk mengingat bahwa ia diciptakan baik, dan sang janin juga adalah anugerah yang baik.
Komunikasi jiwa ibu dan janin adalah latihan saling menempatkan sebagian diri pada yang lain. Ibu menanam sebagian pusat hidupnya pada anak yang dikandungnya. Seperti kita menaruh cinta dalam karya yang kita bangun, dalam rumah yang kita huni, atau pada sahabat yang kita sayangi—demikian pula ibu memahat cinta dalam diri janin. Karena itu dia akan selalu melihat sang anak sebagai bagian dari dirinya: bahkan kelak ketika ia tumbuh dewasa, wajah anak akan selalu menjadi salah satu potret pusat sukacita bagi ibunya.
Kehamilan juga mengajarkan bahwa ibu bukan hanya pusat, tapi juga membangun pusat-pusat lain. Anak yang dilahirkan adalah pusat sukacita baru di dunia. Ketika ibu menumbuhkan sukacita dalam dirinya, ia sedang melipatgandakan sukacita untuk generasi berikut. Ini bukan hal kecil. Ini adalah investasi rohani. Ia adalah cara sederhana namun mendalam untuk membangun dunia yang lebih baik.
Karena itu, ibu yang sedang mengandung bisa menanyakan pada dirinya setiap hari:
- Apa yang kutanam dalam diriku hari ini? Sukacita atau kekhawatiran?
- Apa yang kurasakan saat membelai perutku? Kasih atau cemas?
- Bagaimana aku menata relasiku dengan orang lain? Adakah yang perlu kupulihkan agar hatiku lapang?
Semua itu adalah bentuk komunikasi. Bukan hanya pada dirinya, tapi juga pada janin yang dengan setia mendengarkan.
Di akhir, mari kita renungkan: kita semua adalah pusat. Janin yang dikandung juga akan tumbuh menjadi pusat sukacita untuk banyak orang. Kehamilan adalah kesempatan untuk menyiapkan pusat sukacita itu sejak dalam rahim. Menanam cinta, menumbuhkan damai, menyalakan cahaya kebaikan yang kelak akan bersinar di dunia.
Karena komunikasi jiwa ibu dan janin adalah cara paling awal membangun sentra-sentra sukacita yang akan menggurita ke seluruh kehidupan.