• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Komunikasi Jiwa Ibu dan Jiwa Janin: Sekolah Sukacita dalam Rahim Kehidupan

Komunikasi Jiwa Ibu dan Jiwa Janin: Sekolah Sukacita dalam Rahim Kehidupan

image_pdfimage_print

Oleh dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Di tengah keramaian dunia yang diramaikan oleh suara teknologi dan hiruk-pikuk pengetahuan, ada satu ruang sunyi yang tidak pernah kehilangan makna: rahim seorang ibu. Di sanalah sebuah sekolah kehidupan yang sejati sedang berlangsung. Bukan sekolah dengan bangku-bangku dan gelar akademik, tapi sekolah jiwa—tempat di mana jiwa ibu dan jiwa janin saling berbicara dalam bahasa nurani, keheningan, dan cinta yang murni.

Bila dunia luar dipenuhi oleh ambisi yang membuat manusia saling bertengkar, saling mencurigai, dan bahkan saling menghancurkan, maka dunia dalam seorang ibu yang sedang mengandung adalah antitesis dari semuanya. Di dalam rahim, janin belajar bukan dengan kata, tetapi dengan getaran. Ia tidak menghafal teori, tapi menyerap kasih. Ia tidak dikejar-kejar ujian, tetapi diayomi oleh gelombang sukacita dan damai yang terpancar dari ibunya.

Dalam konteks ini, kita patut bertanya kembali: sekolah seperti apa yang sebenarnya membentuk peradaban manusia? Apakah sekolah dunia yang menghasilkan senjata, persaingan, dan kesombongan? Ataukah sekolah dalam rahim, tempat janin belajar tentang kehidupan melalui cinta, keheningan, dan intuisi ibunya?

Ketika seorang ibu tersenyum tulus, janin di dalamnya tahu bahwa dunia di luar sana adalah tempat yang layak untuk disambangi. Ketika ibu merasakan kegelisahan, janin pun turut gelisah. Di sinilah komunikasi jiwa berlangsung. Tanpa suara, tanpa kata, namun lebih dalam dari segala bentuk komunikasi yang pernah diciptakan manusia modern.

Rahim sebagai Universitas Sukacita (USC)

Kita bisa menyebut rahim sebagai Universitas Sukacita—tempat seorang ibu dan janinnya belajar bersama menjadi manusia. Di USC, sang ibu tidak mendapatkan gelar akademik, tetapi gelar kemuliaan sebagai sumber kehidupan. Ia menjadi profesor cinta, dosen intuisi, dan mentor spiritual bagi jiwa kecil yang sedang tumbuh di dalamnya.

Maka, ketika seorang ibu melahirkan, bukan hanya seorang bayi yang keluar. Tapi juga hasil dari sebuah proses pendidikan jiwa yang panjang. Sebuah lulusan dari Universitas Sukacita yang membawa cahaya kebaikan ke dunia.

Dalam bahasa budaya yang luhur, kita mengenal ungkapan bijak: “Lalong bakok du lako, lalong rombeng du kole.” Ayam putih bersih saat engkau pergi, dan kembali membawa warna-warni kebijaksanaan dan pengalaman. Kalimat ini seakan menggambarkan perjalanan spiritual ibu dan janin. Mereka memulai dari kehampaan, dari putih polosnya rahim, lalu bersama-sama tumbuh membawa warna cinta, sabar, doa, dan harapan.

Kelahiran sebagai Cahaya

Ketika anak lahir dari rahim ibu yang penuh sukacita, ia tidak hanya membawa tubuh, tapi juga membawa warisan cahaya. Ia adalah “lalong rombeng”—bayi yang telah dibentuk oleh gelombang kasih dan intuisi dalam rahim. Bayi itu bukan produk sains, tetapi karya seni jiwa. Bukan hasil algoritma, tapi hasil komunikasi antara cinta dan kehidupan.

Dan ibu? Ia telah menjadi bagian dari transformasi dunia yang sejati. Ia telah membuktikan bahwa sekolah sejati bukanlah tempat yang menghasilkan gelar semata, tetapi tempat yang mengubah manusia menjadi lebih manusiawi.

Penutup

Di dunia yang makin kacau oleh kesombongan intelektual dan kerakusan teknologi, kita diingatkan kembali bahwa kehidupan bermula bukan di laboratorium, tapi di rahim ibu. Bahwa pelajaran paling dasar bukan tentang menguasai dunia, tapi tentang mengenali cinta.

Sekolah jiwa antara ibu dan janin adalah universitas paling luhur dalam peradaban manusia. Dan selama sekolah ini masih berlangsung di rahim-rahim yang penuh kasih, kita masih punya harapan untuk dunia yang lebih damai, lebih bijak, dan lebih manusiawi.

Selamat datang di Universitas Sukacita. Tempat jiwa-jiwa belajar menjadi cahaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *