Kunci Keselamatan: Belajar dari Pengetahuan Ilahi di Tengah Kekacauan Dunia
Oleh: dr. Maximus Mujur, SpOG
Di tengah dunia yang semakin bising oleh gelombang informasi dan teori-teori buatan manusia, suara jiwa seringkali tenggelam. Manusia terus belajar, meneliti, dan menyusun pengetahuan demi meraih “kebenaran” yang diyakini akan menyelamatkan hidupnya. Tapi, benarkah semua pengetahuan itu bisa memberi keselamatan?
Mari kita mengingat kembali pelajaran dari kisah Petrus, murid Yesus, yang diberi kunci Kerajaan Surga bukan karena pengetahuannya sebagai manusia, tetapi karena jawabannya berasal dari Allah sendiri. Petrus mengenali Yesus bukan sebagai sosok yang “menyerupai nabi” berdasarkan tafsir manusia, tetapi sebagai Mesias, Anak Allah—dan pengakuan itu muncul dari pewahyuan, bukan dari tafsir atau tradisi.
Itulah pelajaran utama: pengetahuan yang menyelamatkan bukan berasal dari manusia, melainkan dari Allah.
Ilmu yang Tak Menyelamatkan
Kita hidup di zaman di mana ilmu pengetahuan telah menjelma menjadi “dewa baru”. Kita menghafal anatomi tubuh, mempelajari nutrisi dari karbohidrat hingga natrium, dan memahami cara kerja jantung, paru, dan otak. Namun, berapa banyak dari kita yang benar-benar tahu bagaimana menjaga tubuh sebagai “bait Allah”? Kita tahu teori makan sehat, tetapi tetap makan berlebihan. Kita tahu tidur penting, tapi tetap begadang demi layar gawai. Kita tahu tubuh rapuh, tapi menganggapnya mesin yang bisa terus digenjot.
Pengetahuan teknis ini seperti gulma yang makin lama makin menyesakkan. Kita lulus ujian dari manusia, tapi gagal dalam ujian kehidupan yang sejati.
Pengetahuan dari Allah: Sederhana, Tapi Menyelamatkan
Pengetahuan dari Allah tidak rumit. Ia tidak mengharuskan kita menghafal taksonomi atau menyelesaikan persamaan biokimia. Ia hanya meminta kita untuk hidup dari kasih, berjalan dalam kerendahan hati, dan mendengarkan suara-Nya yang lembut di dalam hati. Bahkan dalam soal tubuh, Allah hanya minta satu: peliharalah tubuhmu dengan bijak. Jangan makan berlebihan, jangan cemari tubuh dengan apa yang merusaknya. Tidak perlu menunggu vonis rumah sakit untuk sadar.
Ketika manusia melarat di negeri orang, seringkali bukan karena mereka miskin uang, tetapi karena mereka miskin makna hidup. Mereka menyangka tanah yang jauh akan memberi kebebasan, padahal mereka kehilangan akar. Seperti para perantau yang terluka di negeri asing, mereka menjadi korban dari ilusi tentang kehidupan yang “lebih baik” tanpa fondasi spiritual.
Kembali ke Dasar: Menjadi Manusia yang Memegang Kunci
Maka, pertanyaan penting hari ini bukanlah “apa pekerjaanmu?” atau “di mana kamu sekolah?” Melainkan: “Apakah kamu sudah hidup dari pengetahuan yang datang dari Allah?” Karena hanya dengan itulah kunci keselamatan diserahkan.
Jika kunci itu ada padamu, hidup tak akan jadi beban, bahkan kematian pun tak menakutkan. Engkau bisa membuka pintu Surga kapan pun, karena engkau hidup dalam frekuensi Ilahi.
Hiduplah sederhana. Berjalanlah dengan kasih. Peliharalah tubuhmu sebagai bait Allah. Dan dengarkanlah pengetahuan yang tak bisa diberikan manusia—karena hanya itu yang menyelamatkan.