• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Lex Vivendi: Iman yang Bertumbuh di Rahim Jiwa

Lex Vivendi: Iman yang Bertumbuh di Rahim Jiwa

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Dalam keheningan rahim, dua jiwa berdiam.
Yang satu hadir dalam wujud utuh, yang lain masih berupa benih kehidupan.
Namun keduanya berbicara… tanpa suara, tanpa logika, hanya lewat kasih yang terus mengalir.

Beginilah komunikasi jiwa antara ibu dan janin terjadi.
Dan begitulah pula iman sejati tumbuh: bukan dari hafalan, bukan dari rutinitas ibadah, melainkan dari kehadiran yang penuh kasih.

Inilah yang disebut Lex Vivendi—iman yang hidup.
Iman yang bukan hanya diyakini (Lex Credendi), bukan hanya dirayakan (Lex Orandi), tetapi diwujudkan setiap hari dalam tubuh dan jiwa, seperti janin yang tumbuh bukan karena kata-kata, tapi karena kasih yang dihidupi oleh ibunya.

Rahim: Tempat Iman Menjadi Daging

Rahim adalah ruang iman yang paling purba—tempat kasih menjadi daging, tempat kehidupan bermula tanpa satu kata pun. Janin tidak perlu tahu siapa Tuhan itu, namun ia menyerap kasih Tuhan melalui ibunya: dari sentuhan lembut, dari detak jantung yang tenang, dari jiwa yang berserah.

Seperti itulah iman sejati: ia tidak ribut. Ia tidak sibuk membuktikan.
Ia tumbuh dalam keheningan, seperti sabda yang menjelma menjadi tubuh.

Ketika seorang ibu mencintai bayinya tanpa syarat, bahkan sebelum ia mengenal wajahnya—itulah Lex Vivendi.
Ketika ia menahan keluh untuk menjaga kedamaian dalam tubuh—itulah Lex Vivendi.
Ketika ia menangis dalam lelah namun tetap berdoa dalam hati—itulah Lex Vivendi.

Karena iman yang hidup bukan sesuatu yang ditunjukkan, tapi dihirup oleh jiwa lain, sebagaimana janin menyerap cinta dari detik ke detik tanpa pernah melihat wajah ibunya.

Komunikasi Jiwa: Tanpa Kata, Tapi Penuh Makna

Janin tidak butuh kalimat. Ia berbicara lewat gerak, tekanan, keheningan, dan getaran. Dan ibu—kalau jiwanya terjaga—akan menangkap pesan-pesan itu. Inilah bentuk iman yang paling murni:
kepekaan akan kehadiran ilahi dalam yang paling sunyi.

Begitu pula dalam hidup beriman. Tuhan tidak selalu hadir dalam liturgi yang megah atau dogma yang tersusun rapi. Kadang Ia hadir dalam pelukan ibu yang berserah, dalam air mata yang diam-diam jatuh saat malam, dalam napas sabar saat rasa sakit datang bertubi-tubi.

Lex Vivendi adalah ketika iman menjelma menjadi tubuh dan kasih menjelma menjadi keputusan sehari-hari.

Buah Roh: Pertanda Rahim Jiwa yang Subur

Kita bisa menakar iman kita bukan dari seberapa sering kita berdoa, tapi dari buah-buah yang keluar dari rahim jiwa kita:

  • Apakah kasihku hari ini bisa dirasakan oleh orang di sekitarku, seperti janin yang merasa aman dalam perut ibunya?
  • Apakah sukacitaku cukup hangat untuk menenangkan mereka yang gelisah?
  • Apakah damai sejahtera itu tinggal bersamaku, seperti cairan ketuban yang memeluk janin dalam pelukan rahim?

Buah-buah Roh bukan hiasan spiritual. Ia adalah tanda bahwa kita hidup selaras dengan ritme ilahi, seperti ibu yang menyelaraskan dirinya dengan kebutuhan sang janin—dengan sabar, lembut, dan penuh penguasaan diri.

Janin Mengajarkan Lex Vivendi

Dalam banyak hal, justru janinlah guru iman yang paling murni.
Ia tidak tahu kata “iman”, tapi ia menyerahkan seluruh hidupnya kepada tubuh ibunya.
Ia tidak mengenal istilah “doa”, tapi ia hidup dalam ritme jiwa yang berdoa tanpa henti.
Ia tidak menyebut “Tuhan”, tapi ia hidup dalam ketergantungan total pada cinta.

Iman seperti inilah yang kita rindukan: iman yang tidak menggenggam, tetapi menyerahkan.
Iman yang tidak menggurui, tetapi merasakan.
Iman yang tidak hanya tahu tentang Tuhan, tetapi menjadi tubuh di mana Tuhan hadir—seperti rahim yang menjadi bait suci bagi kehidupan baru.

Komunitas Rahim: Tempat Iman Bertumbuh

Bayangkan jika setiap komunitas iman menjadi seperti rahim:

  • Ruang yang tenang tapi penuh daya.
  • Suasana yang tidak menghakimi, tapi membentuk.
  • Relasi yang tidak pamer kekudusan, tapi saling menyerap kasih dan damai.

Komunitas seperti inilah yang menumbuhkan iman sejati: bukan karena semua orang tahu ajaran yang sama, tapi karena mereka hidup dalam kasih yang sama.

Penutup: Iman Itu Dilahirkan, Bukan Dideklarasikan

Iman yang hidup adalah janin yang terus tumbuh dalam rahim keseharian kita.
Ia tidak lahir dari hafalan, tetapi dari perhatian.
Ia tidak tumbuh dari kesibukan rohani, tapi dari keheningan batin.
Ia tidak diperjuangkan dengan ego, tapi dengan cinta yang berserah.

Lex Vivendi adalah saat iman tidak lagi dipikirkan atau dibicarakan, tetapi dialami dan dihirup oleh orang-orang yang hidup bersama kita.
Seperti janin yang tahu cinta bukan karena diberi tahu, tapi karena merasakannya—demikian pula dunia akan tahu kita orang beriman jika kasih kita bisa dirasakan, bahkan oleh yang paling lemah, paling sunyi, paling kecil.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *