MERAWAT BAIT ALLAH DALAM DIRI IBU DAN JANIN
Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Dalam keheningan rahim, seorang ibu sesungguhnya sedang membangun dan merawat “Bait Allah” yang hidup. Tubuhnya bukan sekadar wadah biologis yang menampung janin, melainkan tempat kudus di mana kasih, kehidupan, dan rahmat Tuhan berdiam. Saat seorang ibu mengandung, di dalam dirinya sedang berlangsung dialog spiritual yang halus antara jiwa ibu dan jiwa janin—dua makhluk yang saling menumbuhkan melalui kasih.
Seperti Bait Allah yang menjadi sumber aliran rahmat bagi semua ciptaan, rahim ibu menjadi pusat aliran kasih yang memberi kehidupan bagi sang janin. Dalam setiap detak jantung, setiap tarikan napas, bahkan dalam getaran emosi yang paling lembut, mengalir pesan kasih yang menumbuhkan kehidupan baru. Janin tidak hanya menerima nutrisi dari tubuh fisik ibunya, tetapi juga menyerap energi jiwa: ketenangan, doa, syukur, dan kasih.
Namun, dunia modern sering kali memalingkan pandangan manusia dari dimensi jiwa. Banyak ibu kini terlalu sibuk mengukur kesehatan kehamilan hanya melalui sains dan teknologi, lupa bahwa di balik grafik detak jantung dan hasil USG, ada kehidupan spiritual yang sedang berkomunikasi. Ketika tubuh dilihat hanya sebagai mesin biologis, hubungan jiwa antara ibu dan janin menjadi terabaikan. Padahal, sebagaimana Yesus merombak Bait Allah agar kembali pada fondasi kasih, demikian pula setiap ibu dipanggil untuk “merombak” cara pandang terhadap kehamilan—dari sekadar proses fisik menjadi perjalanan rohani.
Merawat tubuh sebagai Bait Allah berarti menempatkan kasih sebagai dasar dari setiap tindakan. Dalam konteks kehamilan, itu berarti menjaga pikiran, perasaan, dan tindakan agar selalu berlandaskan kasih. Menghindari “racun jiwa” seperti kekhawatiran berlebihan, amarah, atau stres, dan menggantinya dengan nutrisi jiwa berupa doa, sukacita, rasa syukur, dan keheningan batin. Karena janin merasakan setiap gelombang emosi ibunya, maka setiap perbuatan kasih sekecil apa pun menjadi makanan rohani yang menumbuhkan jiwanya.
Ketika ibu mendengarkan keluhan orang lain dengan penuh empati, ketika ia mendoakan suaminya, atau tersenyum di tengah rasa lelah, ia sedang mengajarkan pada janin makna kasih tanpa kata. Janin belajar dari energi kasih yang mengalir melalui darah dan denyut nadi ibunya. Inilah komunikasi terdalam antara jiwa ibu dan jiwa janin—komunikasi yang tidak menggunakan bahasa duniawi, tetapi bahasa Tuhan: kasih.
Merawat Bait Allah dalam diri berarti mengizinkan Tuhan bekerja dalam seluruh proses kehamilan. Bukan hanya menjaga agar tubuh sehat, tetapi juga memastikan bahwa rahim menjadi tempat yang kudus—bersih dari racun pikiran, penuh dengan doa dan cahaya kasih. Saat ibu hidup dalam kesadaran ini, maka kehadiran janin bukan sekadar pertumbuhan biologis, melainkan pertumbuhan rohani.
Setiap ibu, dengan rahimnya yang suci, sesungguhnya adalah penjaga Bait Allah kecil yang sedang bertumbuh. Ketika ia merawat diri dengan cinta menurut ukuran Tuhan, bukan ukuran dunia, maka tubuh dan jiwanya akan menjadi saluran rahmat bagi kehidupan baru yang dikandungnya. Dari rahim yang dipenuhi kasih akan lahir anak-anak yang membawa damai, karena sejak dalam kandungan mereka telah diajarkan untuk hidup dalam “transaksi kasih”.
Maka, marilah setiap ibu hamil memandang kehamilan bukan sekadar perjalanan medis, tetapi ziarah batin. Merawat jiwa, mendengarkan bisikan janin, dan menjaga rahim sebagai ruang doa yang hidup. Di sanalah Tuhan sedang bekerja, di sanalah kasih sedang bertumbuh.
Salam kasih dan sukacita dari rahim kehidupan —
karena setiap detak di dalam tubuh ibu adalah gema kasih Tuhan yang sedang menjelma menjadi manusia.