• +62 811-221-488
  • #
  • Cilaki, Bandung
artikel
Mual Muntah dalam Kehamilan: Bahasa Jiwa atau Gangguan Lambung?

Mual Muntah dalam Kehamilan: Bahasa Jiwa atau Gangguan Lambung?

image_pdfimage_print

Oleh : dr. Maximus Mujur, Sp.OG

Bagi sebagian besar ibu hamil, mual dan muntah adalah pengalaman yang melekat erat pada awal kehamilan. Tapi, pernahkah kita bertanya: apakah semua mual dan muntah itu sama? Apakah semuanya harus disikapi dengan obat dan kekhawatiran medis?

Dalam keheningan tubuh yang sedang mengandung, sesungguhnya terjadi dialog tak terlihat antara dua jiwa: ibu dan janin. Dan salah satu bentuk komunikasi mereka adalah melalui tubuh—terutama lewat rasa mual dan dorongan untuk muntah.


Ada Mual yang Plong, Ada Mual yang Sakit

Perlu kita pahami, tidak semua mual dalam kehamilan berasal dari penyakit. Secara garis besar, ada dua jenis mual:

  1. Mual yang berakhir dengan plong – biasanya terjadi ketika janin “menyampaikan pesan” melalui tubuh ibu. Mual ini bersifat selektif dan intuitif: ia datang, dimuntahkan, lalu pergi bersama rasa lega. Seolah-olah tubuh ibu telah berhasil menyampaikan pesan yang tidak bisa dikatakan dengan kata-kata.
  2. Mual karena morbiditas (penyakit fisik) – ini adalah mual yang menyakitkan. Biasanya disertai perih lambung, kelelahan berlebihan, dan tidak kunjung reda meski sudah muntah. Ini bisa terjadi karena gangguan pencernaan, asam lambung tinggi, atau masalah organik lainnya.

Janin yang Menyeleksi Lewat Tubuh Ibu

Dalam mual yang berakhir dengan rasa plong, janin tidak diam. Ia menyeleksi makanan yang masuk: mana yang terlalu banyak, mana yang belum ia butuhkan, mana yang tidak cocok dengan “rasa jiwanya.” Makanan yang tidak sesuai akan dimuntahkan.

Uniknya, ada kejadian nyata di mana ibu makan makanan favoritnya, lalu beberapa saat kemudian memakan sesuatu yang lebih cocok menurut janinnya. Ketika muntah datang, justru makanan pertama yang dikeluarkan. Secara logika, seharusnya yang terakhir masuk yang keluar. Tapi tubuh ibu tak lagi bekerja sendiri. Ia dipakai bersama.

Ini adalah bukti bahwa janin bukan sekadar “benih” yang tumbuh, tapi jiwa yang hadir dan punya kehendak.


Bukan Sekadar Makanan: Emosi Ibu pun Dibaca Janin

Selain makanan, janin juga merespons kondisi batin dan perilaku ibunya. Emosi negatif seperti marah, kecewa, atau stres bisa membuat janin merasa tidak nyaman. Ia mungkin “menyentil” lambung ibu, membuat pusing, batuk, atau mual yang tidak bisa dijelaskan secara medis.

Inilah bentuk lain dari komunikasi: perasaan janin terhadap emosi ibunya, yang disalurkan melalui tubuh yang mereka bagi bersama.


Tubuh Ibu: Medium Komunikasi Jiwa

Selama ini kita hanya melihat tubuh ibu sebagai wadah biologis. Padahal ia adalah medium ekspresi jiwa, baik dari ibu maupun dari janin. Jiwa tidak selalu berbicara lewat kata, tetapi lewat:

  • intuisi
  • kesadaran
  • rasa
  • kehendak
  • dan reaksi tubuh yang halus

Jiwa janin berkomunikasi tanpa kata. Dan ketika ibu menyadari bahwa ada dua kesadaran hidup di dalam tubuhnya, maka ia tidak akan buru-buru menafsirkan mual sebagai masalah. Sebaliknya, ia akan bertanya pada dirinya sendiri: “Apa yang ingin disampaikan oleh anakku?”


Pentingnya Membedakan: Obat atau Rasa?

Mengira semua mual adalah penyakit akan membuat ibu bergantung pada obat. Padahal, jika mual itu adalah sinyal jiwa janin, maka meminum obat justru bisa membungkam komunikasi itu. Tubuh tidak butuh ditenangkan—ia hanya butuh didengarkan.

Namun jika mual disertai gejala fisik yang nyata, seperti nyeri lambung, dehidrasi berat, atau hilang kesadaran, maka penanganan medis tetap diperlukan. Di sinilah pentingnya kepekaan dan pemahaman: membedakan mana bahasa jiwa, dan mana sinyal gangguan fisik.


Menutup dengan Kesadaran Jiwa

Kehamilan bukan hanya peristiwa biologis. Ia adalah momen spiritual ketika dua jiwa saling mengenal. Dalam perjalanannya, tubuh ibu menjadi “panggung” tempat komunikasi ini berlangsung—melalui rasa, intuisi, dan gejala yang tak selalu bisa dijelaskan medis.

Mual dan muntah dalam kehamilan tidak selamanya buruk. Justru bisa menjadi pintu masuk untuk mengenal jiwa janin yang sedang tumbuh. Dan jika ibu merespons dengan kesadaran, cinta, dan penerimaan, maka mual itu akan berakhir dengan plong—bukan hanya di tubuh, tapi juga di jiwa.


Catatan untuk para ibu:
Dengarkan tubuhmu, rasakan anakmu, dan percaya bahwa setiap gejala bisa menjadi bahasa cinta. Karena sebelum janin bisa berkata-kata, ia sudah berbicara melalui rasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *