
Pantun, Jalan Pulang Menuju Jiwa yang Utuh
oleh dr. Maximus Mujur, Sp.OG
Di antara hiruk-pikuk profesi dan dinamika ruang bersalin, saya menemukan satu bentuk komunikasi yang sederhana namun menyembuhkan: pantun.
Saya bukan penyair. Saya dokter kandungan yang kebetulan suka mengamati hidup. Dari sanalah lahir pantun-pantun yang mungkin terdengar jenaka bagi sebagian orang, tapi sesungguhnya adalah refleksi hidup yang tak bisa hanya ditulis dengan tangan, melainkan dengan hati.
Mengapa Pantun?
Pantun itu ringkas, ringan, dan bisa menampar halus. Ia menyampaikan teguran tanpa menyakiti. Menyembuhkan tanpa menyuruh. Dan di atas segalanya, pantun adalah cara saya menyentuh jiwa, bukan sekadar memberi resep obat.
Bangun pagi gosok gigi,
Sarapan sehat jangan sembarangan.
Jangan hanya tubuh yang digizi,
Jiwa juga perlu perhatian.
Karena saya percaya, jiwa yang sehat adalah dasar dari tubuh yang kuat.
Sekolah Kehidupan: Belajar Menjadi Manusia Utuh
Kita semua menjalani sekolah kehidupan kita masing-masing. Setiap hari, kita belajar menjadi manusia: belajar hadir, belajar mendengar, belajar mencintai, dan belajar menyembuhkan.
Sekolah tinggi jadi sarjana,
Tapi marahnya tiap lima menit.
Jadi apa gunanya semua itu,
Kalau tak bisa hidup damai walau sebentar?
Lewat pantun dan permenungan kecil, saya hanya ingin mengajak—bukan menggurui. Mengajak untuk menyadari, bukan sekadar mengikuti.
Anak Bukan Proyek Pikiran, Tapi Buah Cinta
Bagi orang tua muda, saya suka mengingatkan: anak bukan target capaian. Bukan hasil rencana pikiran semata. Mereka hadir dari cinta, maka rawatlah mereka dengan cinta pula.
Anak bukan produk prestasi,
Bukan piala untuk dipamerkan.
Dengarkan hatinya, peluk raganya,
Maka mereka akan tumbuh dengan arah.
Kalau tidak dimulai dari kesadaran, anak hanya akan jadi korban ambisi yang dibungkus kasih sayang palsu.
Obat Utama: Tobat
Saya dokter. Tapi saya tahu, sebagian besar penyakit muncul karena gaya hidup. Maka sebelum bicara tentang resep dan rujukan, saya sering mengajak pasien untuk mulai dari yang paling dasar: kesadaran.
Sejuta obat tak akan sembuhkan,
Jika gaya hidup tetap sembarangan.
Tobat itu obat terbaik,
Mulai dari niat yang jujur dan kecil.
Obat tak bisa menggantikan hidup yang benar. Tubuh punya kecerdasannya sendiri, dan itu hanya bisa diaktifkan dengan pertobatan gaya hidup yang konsisten.
“Do It!”: Lakukan Sekarang
Saya sering berkata kepada siapa pun yang sedang berproses: “Do it!” Jangan tunggu sempurna. Jangan tunggu siap. Jangan tunggu orang lain. Hidup bukan panggung latihan. Setiap hari adalah undangan untuk hidup lebih utuh.
Orang bijak bukan pemimpi,
Tapi pelaku setiap hari.
Tak nunggu motivasi dari luar,
Karena tahu cahaya sudah ada di dalam.
Sekecil apa pun langkah kita, bila dilakukan dengan sadar dan setia, akan menjadi gerakan besar bagi jiwa kita sendiri.
Penutup: Pantun adalah Cermin
Lewat pantun, saya tidak sedang menunjukkan bahwa saya tahu segalanya. Justru sebaliknya. Pantun adalah cara saya belajar hidup bersama Anda semua—dengan tertawa, merenung, dan pelan-pelan menjadi lebih utuh.
Pantun ini bukan sekadar seni,
Tapi cermin kecil diri sendiri.
Kalau hati mulai menyala lagi,
Maka jiwa pun pulang ke rumah sejati.
Semoga pantun-pantun ini menjadi lentera kecil di tengah jalan hidup Anda.
Dan semoga, kita semua semakin waras, sehat, dan sadar.
Salam penuh sukacita,
dr. Maximus Mujur, Sp.OG