
Kami Mendengarmu, Nak: Suara Kasih dari Hati Orangtua
Oleh: dr. Maximus Mujur, Sp.OG
🌷 Puisi Balasan untukmu, Anak Kami Tercinta
Selamat pagi, buah hatiku tersayang,
Kami dengar lirihmu, dalam senyap yang panjang.
Kami tak selalu hadir sempurna,
Namun hatimu mengetuk jiwa kami untuk berubah.
Maafkan jika senyum kami sempat redup,
Jika kasih kami tertutup oleh letih dan hidup.
Kini kami tahu: hadirmu bukan beban,
Melainkan anugerah dari Tangan Tuhan.
Nak, kami tak ingin lagi kau mencari kasih,
Di luar rumah, dalam ruang yang sunyi.
Kami berjanji, mulai hari ini,
Akan lebih hadir, lebih mencinta sepenuh hati. 💐
Cermin Itu Retak, Namun Bisa Dirangkai Ulang
Puisi indahmu membuka mata kami, Nak. Kata-katamu bukan sekadar tulisan manis, tapi jeritan batin yang lama terbungkam. Kami menyadari: menjadi orangtua bukan hanya tentang memberi makan dan menyekolahkan, tetapi hadir sepenuhnya — secara jiwa, hati, dan cinta.
Dalam perjalanan hidup, sering kali kami tergelincir dalam rutinitas. Terjebak dalam tekanan ekonomi, karier, dan lelahnya hidup, kami lupa bahwa engkau—anak kami—menunggu dengan setia di ujung harapan, menginginkan satu hal: kasih sayang yang tulus dan konsisten.
Orangtua Juga Belajar
Kami bukan malaikat. Kami manusia biasa. Tapi menjadi orangtua membuat kami memeluk satu profesi yang tak pernah selesai: belajar mencintai.
Setiap tangisanmu, setiap senyuman kecilmu, adalah pengingat bahwa kami dipanggil bukan hanya sebagai pengasuh, tapi sebagai cermin cinta Tuhan.
Kini kami mengerti makna ini:
“Orangtua pengasuh anak Allah, bukan pemilik anak sendiri.”
Kami mulai belajar untuk menyertai pertumbuhan jiwamu, bukan hanya mengarahkan hidupmu.
Kami Ada Sejak Engkau Masih Janin
Kami mengingat kembali saat pertama kali tahu bahwa kamu hadir di rahim. Ada haru, ada takut, ada cinta. Tapi kami sadar sekarang: saat itu kami telah dipanggil menjadi sekolah cinta untuk jiwamu.
Kini kami tahu:
- Gizi bukan hanya dari makanan, tapi dari kasih.
- Pelukan adalah doa.
- Mendengarkan adalah bentuk iman.
Dokter, Guru, dan Tuhan: Semua Mitra, Tapi Kami Penjaga Utama
Terima kasih telah mengingatkan kami, bahwa dokter dan guru hanyalah mitra. Tanggung jawab utama adalah kami. Kami orangtua, bukan delegator cinta.
Kami tak akan menyerahkan pertumbuhan jiwamu pada layar, gadget, atau orang lain. Kami ingin menyelami dunia batinmu, ikut berjalan dalam sukacitamu, dan memelukmu dalam tiap luka kecilmu.
Kasih Kami Bukan Sekadar Awal
Anakku, kasih itu tidak boleh hanya ada di awal. Maka kami memohon, izinkan kami memperbaiki yang sempat retak. Izinkan kami membuktikan bahwa kasih kami masih ada, bertumbuh, dan tak tergantikan oleh dunia.
“Karakter Ilahi ada pada JIWA. Karakter hebat tanggung jawab orangtua.”
Kami akan menjadi tanah subur tempat jiwamu bertumbuh, menjadi pribadi penuh kasih dan tangguh.
💞 Penutup: Janji Kami Padamu, Nak
Kami tahu kami tak bisa menghapus masa lalu. Tapi kami bisa memilih hari ini, untuk memulai sesuatu yang lebih bermakna. Untukmu.
Kami tidak akan membiarkanmu lagi mencari kasih di tempat yang salah. Rumah ini akan menjadi rumah jiwamu, tempat hatimu berlabuh, dan kasihmu tumbuh.
🌹 Puisi Janji Kami
Nak, peluklah kami dengan sabar,
Kami belajar menjadi lebih benar.
Tangismu bukan kesalahan,
Itu panggilan agar kami pulang ke pelukan.
Kami akan hadir, bukan hanya lewat benda,
Tapi lewat hati, peluk, dan doa yang nyata.
Terima kasih sudah mengingatkan,
Kami adalah orangtua, bukan hanya pengasuh harian.
Engkau bukan milik kami,
Tapi kami milik cinta untukmu.
Mulai hari ini,
Kasih itu akan tinggal, dan tak akan pergi. 🌷
“Terima kasih, Nak. Kami mendengarmu. Kini giliran kami mencintaimu lebih sungguh.”
Jika Anda setuju bahwa kasih anak harus dijawab dengan kasih yang hadir dan penuh, maka mari mulai dari rumah, dari hati, dari sekarang.

